Berharap "Bangunnya" Hortikultura Bengkulu

Moh Fatichuddin, ASN BPS Provinsi Bengkulu

Oleh: Moh Fatichuddin, ASN BPS Provinsi Bengkulu

Ke”galauan” terhadap pertanian hortikultura muncul saat mengikuti dan membaca press rilis BPS Provinsi Bengkulu tanggal 1 April 2022. Dalam press rilis tersebut disampaikan bahwa berdasarkan hasil pemantauan harga-harga perdesaan di Provinsi Bengkulu pada Maret 2022, Nilai Tukar Petani (NTP) di Bulan Maret 2022 naik 1,26 persen dibandingkan NTP Februari 2022, yaitu dari 145,48 menjadi 147,32. Kenaikan NTP disebabkan oleh kenaikan indeks harga hasil produksi pertanian (It) lebih tinggi dibandingkan kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi (Ib) oleh rumah tangga maupun biaya produksi dan penambahan barang modal. 

Jika dicermati menurut subsektor dalam pertanian, peningkatan NTP Maret 2022 dipengaruhi oleh meningkatnya NTP di tiga subsektor pertanian, yaitu Subsektor Tanaman Pangan sebesar 0,89 persen; Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat sebesar 1,59 persen; dan Subsektor Perikanan sebesar 0,02 persen. Sementara dua subsektor lainnya mengalami penurunan yaitu Subsektor Hortikultura sebesar 5,31 persen; dan Subsektor Peternakan sebesar 0,18 persen. Penurunan di subsektor hortikulutra perlu menjadi perhatian karena dua bulan berturut-turut mengalami penurunan.

Subsektor hortikultura dapat dikatakan semakin “tenggelam” nilai NTP nya, setelah di Bulan Februari 2022 NTP hotrikultura Bengkulu hanya 89,87 dan turun signifikan di bulan Maret 2022 hingga NTP hortikultura hanya bisa 85,10. Pemicu penurunan serta rendahnya NTP hortikultura ini adalah rendahnya angka It di buah-buahan dan sayur-sayuran. Dalam rilis disebutkan It buah-buahan di bulan Maret 2022 hanya 83,33, dan 94,86 di sayur-sayuran mengalami penurunan jikda dibandingkan bulan Februari 2022.

Kondisi Subsektor Hortikultura
Dalam struktur ekonomi Provinsi Bengkulu, subsector hortikultura memiliki posisi relatif penting meski semakin menurun. Selama periode 2016-2020 peran hortikultura berada pada angka 3,83 persen pada 2016 terus menurun hingga di 2020 memiliki peran 3,60 persen. Jika di cermati dari indikator pertumbuhan subsektor hortikultura, selama periode tersebut mengalami penurunan juga. Di tahun 2016 hortikultura mampu tumbuh 5,59 persen, merupakan subsektor yang tumbuh paling tinggi dalam kategori pertanian. Namun ditahun berikutnya pertumbuhan subsektor hortikultura mengalami penurunan, atau terjadi perlambatan. Tahun 2019 hanya mampu tumbuh 3,10 persen dan di tahun 2020 saat covid-19 melanda, hortikultura tumbuh 0,68 persen.

Dalam kehidupan masyarakat Bengkulu, Survei Pertanian Antar Sensus (SUTAS)2018 mencatat sekitar 70.419 rumah tangga di Provinsi Bengkulu melakukan usaha pertanian subsektor hortikultura. Angka ini tidak bisa dianggap remeh, karena hanya berada di bawah angka rumah tangga usaha perkebunan dan padi, dengan subsektor lainnya angka hortikultura berada di atas mereka. Jumlah rumah tangga tani hortikultura terbesar berada di Kab. Rejang Lebong (23,24 persen), Bengkulu Utara (18,41 persen) dan Kab. Kepahiang (10,58 persen).

Keberlanjutan dan keberhasilan subsektor hortikultura akan sangat berdampak pada kehidupan masyarakat Bengkulu dan akan mempengaruhi perekonomian di Provinsi Bengkulu, terutama ketiga kabupaten terbesar di atas.
Dalam perlintasan komoditi hortikultura, Provinsi Bengkulu juga menjadi bagian wilayah yang tidak bisa diremehkan. Mengingat secara geografis wilayah Provinsi Bengkulu sangat menguntungkan untuk usaha budidaya hortikultura. Kab. Rejang Lebong dan Kepahiang berada di dataran tinggi. Sangatlah wajar jika sebagian komoditi hortikultura Provinsi Bengkulu dihasilkan oleh kedua kabupaten tersebut.

Membaca pentingnya hortikultura pada kehidupan masyarakat Bengkulu, maka kondisi-kondisi yang dimiliki oleh hortikultura perlu kiranya mendapat perhatian. Baik dari pemerintah, stakeholder terkait, swasta dan petani serta masyarakat secara umum yang nantinya akan menjadi konsumen akhir dari hortikultura.

Strategi Hortikultura
Rendah dan turunnya angka NTP subsektor hortikultura meski tidak mutlak menjadu ukuran kondisi petani/pertanian hortikultura, namun sangat mungkin dapat menjadi early warning perlunya perhatian pemerintah dan pihak terkait terhadap subsektor hortikultura. Perhatian tersebut diharapkan dapat menumbuhkan harapan “bangunnya” subsektor hortikultura dan meningkatnya kesejahteraan petani. Perhatian bisa berbentuk regulasi dari pemerintah baik provinsi maupun pusat, teknologi yang dihasilkan oleh lembaga Pendidikan tinggi atau kepedulian dari masyarakat untuk keberlanjutan subsector hortikultura.

Beberapa hal yang mungkin dapat dilakukan dan atau direncanakan untuk memberi perhatian pada subsektor hortikultura. Pertama, melakukan pemetaan potensi wilayah hortikultura, pemetaan dapat dilakukan dengan berbekal pada hasil SUTAS 2018 serta sumber data sekunder lain yang mungkin diperlukan. Dari pemetaan potensi dapat diketahui lokasi yang akan menjadi lokus diberlakukannya regulasi, diterapkannya teknologi. Dari pemetaan potensi juga dapat diketahui kekuatan sumber daya manusia (SDM) yang mungkin dapat mendukung, serta kendala yang mungkin akan dihadapi karena kondisi SDM tersebut.

Kedua, inventarisasi dari “sudut” mana pemerintah akan melakukan intervensi. Invantarisasi dapat dilakukan dengan melakukan pendalaman dan pencermatan terhadap informasi atau data yang sudah dihasilkan dari kegiatan Survei Struktur Usaha Hortikultura (SOUH2018) yang telah dilakukan oleh Badan Pusat Statistik. Dalam SOUH2018 diuraikan faktor-faktor produksi dalam kegiatan usaha hortikultura, seperti benih, pupuk, pestisida, bahan bakar, listrik, jarring prlindung, mulsa, wadah, tenaga kerja, sewa lahan dan lainnya. Darai beberapa faktor produks tersebut dapat diketahui faktor mana yang paling dominan dalam proses produksi suatu komoditi.

Dengan mengetahui faktor-faktor produksi dari proses produksi suatu komoditi, serta faktor dominannya. Maka pemerintah dan pihak terkait dapat mengarahkan dengan tepat intervensi yang perlu dilakukan. Ketepatan intervensi tersebut akan sangat penting guna keberhasilan penerapan intervensi tersebut. Dengan dasar info faktor produksi yang dominan dan mungkin terkendala, akan sangat membantu pihak akademisi dalam merencanakan pembangunan teknologi yang dimanfaatkan oleh proses produksi.

Ketiga, perlunya pembinaan dan atau pengembangan proses pasca panen, off farm yang mendukung on farm tentunya akan sangat membantu hortikultura dalam meningkatkan nilai tambahnya. Peningkatan nilai tambah yang diterima oleh petani sebagai dampaknya hasil off farm, akan meningkatkan daya saing dan daya beli. 

Akhirnya, seperti diketahui NTP dibangun oleh indek harga yang diterima oleh petani dan indek harga yang dibayarkan oleh petani, kondisi tersebut sangat mungkin menganut system penawaran permintaan. Dengan keberhasilan regulasi dan intervensi pemerintah serta tepat gunanya teknologi yang digunakan petani dari hasil pengembangan lembaga akademik, akan mengurangi tingginya permintaan terhadap suatu barang/jasa yang digunakan dalam proses produksi. Berkurangnya permintaan tersebut tentunya akan berpengaruh pada harga yang terjadi, yaitu sangat mungkin harga relatif rendah atau tetap.

Keberhasilan off farm dan teknologi pasca panen tentunya akan meningkatkn nilai tambah dari produk hortikultura. Off farm akan melahirkan berbagai variasi produk pasca panen, dengan diiringi peningkatan kualitas baik dari sisi komoditas maupun kemasan. Peningkatan kualitas dari produk hortikultura tersebut sangat memungkinkan berdampak pada kenaikan harga pasarnya. 

Kedua kondisi tersebut, kenaikan harga atau nilai di produk hortikultura dan turunnya harga atau nilai di faktor produksi komiditas hortikultura akan berdampak positing terhadap petani. NTP yang selama ini rendah, bisa jadi beranjak naik bahkan sangat mungkin melewati subsektor lainnya. Peningkatan angka NTP semoga menjadi indicator awal pula pada peningkatan kesejahteraan petani hortikultur…wallahualam..


#SelamatBerpuasa
#RamadhanBulanKeberkahan