Cerita Gus Muwafiq Dibalik Kerusuhan 22 Mei 2019

Gus Muwafiq bersama warga Bengkulu Utara usai mengisi tabligh akbar pada 13-14 Maret 2019 lalu di Bengkulu

Gus Muwafiq (Ahmad Muwafiq), ulama muda Nahdlatul Ulama (NU) punya cerita tersendiri dibalik peristiwa kerusuhan 22 Mei 2019. Gus Muwafiq selain dikenal sebagai kiai muda yang fasih dalam bidang sejarah kebangsaan, juga dikenal memiliki kemampuan spiritual kebangsaan. Ulama yang pernah mendampingi mantan Presiden RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu menyampaikan cerita lain dibalik kerusuhan 22 Mei 2019, berikut ceritanya:

Gus Muwafiq sempat membatalkan ceramah hingga dua pekan pasca pilpres 2019, pembatalan ceramah itu hanya karena Gus Muwafiq harus berada di Jakarta untuk 'menjaga gawang'  agar kerusuhan 22 Mei 2019 tidak meluas dan menjadi konflik horizontal berskala nasional.

Bersama tokoh-tokoh yang berpengaruh, Gus Muwafiq harus 'mengamankan' Jakarta dari skenario terburuk yang telah disusun oleh para dalang kerusuhan tersebut. Ratusan preman yang dibayar hanya dengan ratusan ribu pun ditangkap polisi pasca kerusuhan 22 Mei 2019.

Menurut Gus Muwafiq, para perusuh itu datang ke Jakarta dengan ajakan pihak-pihak suka rusuh. Tapi begitu sampai di lokasi mereka kehilangan biduk. Polisi pun menyebut massa perusuh 'sangat cair' di lapangan, yang artinya, kehilangan komando utama.

Bagi Gus Muwafiq, mereka ini digiring oleh pihak yang dana simpanannya di Swiss dibekukan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Nilainya mencapai 7.000 triliun. Sayangnya, ketika sampai di Jakarta, dana kerusuhan dianggap kurang untuk bisa menggerakkan massa.

Karena kekurangan dana inilah, skenario rusuh nasional tidak berhasil. Perusuh itu gagal mencari 'pembeli' skenario konfliknya. Apalagi unsur yang menggerakkan kerusuhan tidak ada, yakni krisis moneter dan mahalnya harga barang-barang.

Polisi pun berhasil membuktikan bahwa orang-orang lapangan yang membikin rusuh ternyata berjejaring dengan kelompok jihadis yang suka menggunakan teror sebagai aksi utama.

Andai saja para perusuh itu 'dibeli' dengan harga yang lumayan mahal, misalnya 100 triliun, barangkali Gus Muwafiq akan lebih lama menjadi 'penjaga gawang' di Jakarta. Tapi alhamdulillah tidak.

Ditulis oleh M Abdullah Badri, berdasarkan keterangan Gus Muwafiq saat ngobrol santai pada Senin 3 Juni 2019 dini hari.