Darurat Kekeran Seksual, Islam Kaffah Solusinya!

ilustrasi Narasipost

Oleh: Nisa Andini Putri (Mahasiswi Bengkulu)

Bengkulutoday.com - Kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur kembali terulang. Mirisnya menimpa Melati (nama disamarkan), seorang anak perempuan berusia 12 tahun yang masih duduk dibangku Sekolah Dasar. Korban diculik 2 pelaku ketika sedang tidur di rumah tetangganya, yang berjarak sekitar 150 meter dari rumah korban, pada hari Sabtu dini hari (12/11) sekitar pukul 02.15 WIB (rbtv.rakyatbengkulu.com).

Kasus kekerasan seksual terhadap anak ini merupakan gunung es, dari sekian banyaknya kasus yang terlihat, lebih banyak lagi yang tidak muncul ke permukaan. Data Simfoni PPA yang diakses Selasa (4/10), sepanjang tahun 2022, hingga bulan September, diketahui ada 156 kasus kekerasan di Provinsi Bengkulu. Siapa yang paling banyak menjadi korban? Didominasi perempuan sebanyak 152 orang dan laki-laki 20 orang (bengkulunews.co.id).

Dengan adanya kasus itu menunjukkan bahwa Bengkulu belum bisa menjadi kota yang layak dan aman bagi perempuan, terutama anak-anak. Menurut KPAI, ada tiga hal penyebab kekerasan seksual yang dialami oleh anak-anak dan remaja, yaitu kurangnya pengawasan orang tua, rendahnya kesadaran masyarakat, dan hukum yang kurang memberikan efek jera.

Selain itu, kemiskinan, pendidikan dalam keluarga, pornografi, dan minuman keras turut memengaruhi. Berbagai faktor tersebut saling berkait sehingga memberikan peluang terjadinya kekerasan seksual pada anak.

Semua berusaha untuk meraih kesenangan tanpa peduli halal dan haram, juga menghalalkan segala macam cara demi memuaskan keinginannya. Inilah cara pandang yang berasaskan sekularisme menjauhkan agama dari kehidupan dan mengikuti hawa nafsunya semata.

Sekularisme memberi kebebasan kepada manusia untuk berbuat apa saja, tidak mengenal norma dan rasa malu. Padahal, rasa malu adalah bagian dari iman. Jadilah manusia berada pada titik terendah kemanusiaannya, bahkan lebih rendah derajatnya daripada binatang.

Selama masih berasaskan sekularisme, kekerasan seksual terhadap anak dan semua bentuk kekerasan akan terus terjadi. Berbeda dengan sistem kapitalisme sekuler, Islam sebagai sebuah agama dan juga sistem kehidupan memiliki aturan baku yang sangat terperinci dan sempurna, mencakup seluruh aspek kehidupan.

Dalam islam, upaya mencegah terjadinya kekerasan seksual hanya bisa terwujud dengan tiga pilar yaitu ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan peran negara.

Pilar pertama, ketakwaa individu dan keluarga. Bekal ketakwaan akan mendorong seseorang untuk senantiasa terikat aturan Islam secara keseluruhan. Demikian pula keluarga, wajib menerapkan aturan di dalamnya, seperti memisahkan tempat tidur anak sejak usia tujuh tahun, membiasakan menutup aurat dan tidak mengumbar aurat, tidak berkhalwat, dan sebagainya.

Pilar kedua, kontrol masyarakat. Ini akan menguatkan yang telah diupayakan individu dan keluarga. Jika masyarakat senantiasa beramar makruf nahi mungkar, tidak memfasilitasi dan menjauhi sikap permisif atas semua bentuk kemungkaran, tindakan asusila, pornoaksi, dan pornografi; niscaya rangsangan dapat diminimalisasi.

Pilar ketiga, peran negara. Negara menjaga agama dan moral, serta menghilangkan setiap hal yang dapat merusaknya, seperti pornoaksi atau pornografi, minuman keras, narkoba, dan sebagainya.

Rasulullah saw. bersabda terkait taggung jawab pemimpin negara, "Sesungguhnya imam itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya." (HR Muslim). Wallahualam.