Dispensasi Nikah, Benarkah Jadi Solusi ?

ilustrasi

Oleh: Deti Murni (Penulis Ideologis)

Bengkulutoday.com - Data data Pengadilan Agama Manna Tahun 2022 pernikahan dini di Kabupaten Bengkulu Selatan Meningkat menjadi 198 kasus dari tahun sebelumnya sebanyak 130 kasus. Di kabupaten Kepahiang dari data bulan Januari sampai pertengahan Oktober 2022 telah tercatat 100 pengajuan dispensasi nikah.

Bank Data Perkara Peradilan Agama untuk provinsi Bengkulu tercatat tahun 2022 sampai dengan awal januari 2023 tercatat ada 979 kasus dispensasi nikah.

Menarik untuk dipelajari kabar dari Ponorogo ratusan anak usia belasan mengajukan dispensasi nikah, ternyata bukan hanya Ponorogo, bahkan di Bengkulu bahkan lingkungan terdekat kita fenomena nikah muda akibat pergaulan bebas ini marak terjadi.

M. Sahrun, S. Ag Panitera PA Manna menyampaikan alasan permohonan dispensasi nikah karena alasan mendesak, beliau juga menyampaikan keprihatinan dengan tingginya kasus pernikahan dini namun beliau menyampaikan tidak punya wewenang untuk membatasi atau menunda pelaksanaan pernikahan tersebut.

Sistem Sekular Liberalime Biang Masalah

Masalah akut ini tidak serta merta terjadi, tentunya kejadian ini ada sebab akbatnya. Banyak factor yang menyebabkan kasus ini kian hari kian meningkat, biang masalah karena adopsi sistem sekular liberalisme yang pemisahan agama dengan aturan kehidupan yang berasaskan kebebasan. Diantaranya

Pertama, Gagalnya Pendidikan, Sistem pendidikan nasional telah gagal menciptakan anak-anak bangsa menjadi manusia berakhlak dan budi pekerti yang baik. Tentu saja kesalahan ini tidak bisa dibebankan hanya kepada pihak sekolah, orang tua, masyarakat namun harus negara yang turun tangan menyelesaikan masalah yang telah mengurita ini.

Kedua, Konsep Hak Asasi Manusia (HAM) telah berhasil meliberalisasi anak. Dengan dalih HAM anak bebas bergaul, sementara orang tua tidak berani bersikap tegas terhadap anak, dengan alasan takut melanggar HAM. Konsep hak asasi anak ini lahir dari Barat sehingga jelas asasnya berasal dari ideologi kapitalisme. Ideologi ini memberikan ruang yang seluas-luasnya kepada kebebasan individu untuk bertingkah laku, beragama, berpendapat dan terhindar dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi. Konsep HAM ini tentu saja membatasi wewenang orang tua dan guru untuk mendidik, mengarahkan, membentuk kepribadian anak, dan juga membatasi masyarakat untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar.

Nilai-nilai liberalisasi (kebebasan) ini telah menyihir generasi muda dan berhasil menguasai benak mereka. Sehingga orientasi seks mereka diperturutkan dengan bebas sesuai konsep kebebasan berperilaku.

Fenomena di atas dan solusi yang ditawarkan negara seakan-akan bijaksana dan memberikan jalan keluar yang terbaik kepada pihak keluarga perempuan dan keluarga laki-laki. Namun bila dipelajari dan ditelaah secara mendalam solusi ini justru menimbulkan masalah baru yang tak berujung.

Masalah yang timbul atas solusi ini, diawali dari pembentukan keluarga dari alasan mendesak atau karena hamil sebelum nikah (MBA) maka akan muncul masalah turunan lainnya, diantaranya disharmonis dalam keluarga, tingkat perceraian yang meningkat, kekerasan terhadap anak dan perempuan, dan masih banyak masalah yang timbul menyertainnya.

Tak dapat dipungkiri hal ini terjadi karena sistem kehidupan sekuler yang mendewakan kebebasan dalam perilaku maka wajar hal ini terjadi. Sistem hidup sekuler liberalisme yang memisahkan aturan hidup dengan aturan agama yang berasaskan kebebasan telah sukses membuat generasi ambyar. Bila kita ibaratkan dengan menanam, sekarang kita panen buah busuk sistem sekularisme. Sistem saat ini telah berhasil menyelesaikan masalah tambah masalah.

Islam menawarkan Solusi Tuntas

Dalam Islam, aturan yang disandarkan pada akidah akan memberikan solusi tidak hanya muncul ketika ada masalah. Sistem Islam memiliki solusi mencegah secara dini (preventif) sebelum masalah terjadi dan solusi Kuratif menjadi obat setelah terjadi.

Solusi Preventif, yakni diberlakukan aturan yang mengatur interaksi laki-laki dan perempuan, seperti kewajiban menutup aurat, larangan khalwat (berdua-duaan), larangan ikhtilath (campur baur), dan masih banyak aturan lainnya. Aturan ini tentu saja akan mencegah terjadinya perbuatan yang mendekati zina.

Solusi Kuratif, yakni bila terjadi pelanggaran maka sanksi yang diberikan sangat tegas. Jika larangan dan aturan tersebut dilanggar maka hakim akan memberikan sanksi mulai dari jilid (dicambuk) tanpa belas kasihan jika pelaku masih lajang sampai di rajam sampai mati jika pelaku telah menikah semua dilakukan di depan umum.

Dengan adanya aturan dan sanksi yang tegas akan membuat manusai berpikir ribuan kali sebelum berbuat. Sanksi ini akan memberikan efek jera, individu lain yang menyaksikan akan ngeri dan takut untuk berbuat hal yang sama. Tentu saja hal ini akan menjaga manusia dari perbuatan yang dilarang oleh syariat.

Peraturan hidup harus berdasarkan akidah Islam dan menerapkan syariah Islam. Hak untuk membuat hukum ada ditangan Allah. Maka manusia akan takut kepada Allah, aturan ini akan menciptakan generasi yang taat kepada syariat, takut bermaksiat, takut dosa, dan takut tidak mendapat ridha Allah.

Dalam Islam wajib mengantarkan anak menjadi manusia mulia yang berkepribadian Islam yang menjalankan amanahnya sebagai khilafatun fil ardh, bukan manusia yang bebas menurut konsep HAM Barat. Dalam Islam kewajiban orang tua dan juga merupakan hak anak adalah mendapatkan jaminan tumbuh kembang secara optimal dan mendapatkan jaminan pendidikan dan penjagaan agama.

Konsep Islam menjadikan individu yang bertaqwa, keluarga bertaqwa, masyarakat bertaqwa dan negara yang bertaqwa. Dengan konsep ini tidak ada celah yang akan menjadikan generasi rusak yang bebas tanpa kendali. Generasi muslim akan mendapat pemahaman bahwa zina adalah perbuatan dosa besar dan menikah adalah bagian dari syariat-Nya. Ditambah masyarakat menjadi kontrol sosial dalam naungan daulah Islam yang menjadi raa;in (pengurus) dan junnah (penjaga). Islam tidak hanya memerintahkan, tapi juga menjaga agar perintah tersebut bisa diwujudkan, yakni dengan memberikan sanksi bagi yang melanggarnya.

Bukankah konsep yang ditawarkan Islam syamilan (sempurna) dan kamilan (paripurna)? Mengapa tidak kembali kepada Islam yang terbukti telah berhasil memimpin dunia selama 13 Abad dengan kepemimpinan yang gemilang.

Wallahu’alam bish-shawwab.