Eksistensi Kuda Lumping TSB Dilakoni Generasi Ketujuh Hingga Cerita Mistik

Kuda Lumping TSB Kelurahan Tebeng Kota Bengkulu

BENGKULU - Turunggo Seto Bengkulu atau yang akrap disebut TSB, merupakan sanggar seni kuda lumping yang berpusat di Kota Bengkulu. Sanggar seni khas jawa ini, diakui sudah berdiri sejak tahun 1965. Ketua TSB Mujiharjo, saat dikunjungi mengaku organisasi seni budaya ini telah diturunkan dari keluarganya hingga saat ini sudah generasi ketujuh dari keluarga pendiri. Eksistensi ini tidak terlepas dukungan dari masyarakat, pemerintah hingga tokoh jawa yang ada di Bengkulu.

"Saat ini, sudah turun menurun saya sendiri ini keturunan ke tujuh," ujar pria berumur 38 tahun itu.

Dari sejarah seni leluhur ini, pertama kali dibawa dari Pulau Jawa ke Bengkulu yang bernama Pondowo Limo, dengan kuda lumping yang disebut Singo Marta. Saat ini, sanggar yang beralamat di Jalan Merapi 13 Kelurahan Tebeng Kota Bengkulu memiliki sebanyak 80 anggota, yang bermacam profesi.

Mujiharjo menambahkan, kuda lumping merupakan seni budaya leluhur yang harus tetap eksis ditengah era modern. Banyak sekali perkembangan tari, saat ini terutama berkembangnya zaman ada musik koplo yang ikut dimainkan oleh anggotanya.

"Sekarang anak muda, harus ikut berperan dengan seni leluluhur ini. Karena siapa lagi kalau bukan kita yang meneruskan nya mas," ujarnya.

Ada yang menarik, diungkapkannya seni ini banyak sekali dikaitkan dengan mistik. Namun dikatakan olehnya khusus untuk sanggar TSB sendiri masih berpendirian dengan ikatan agamais bahkan pendiri maupun pengurus seni ini banyak dari kalangan tokoh agama islam. Muji pun membantah, banyaknya isu pemain kuda lumping saat ini sebelum bermain wajib meminum alkohol.

"Karena begini mas, banyak sekali masyarakat kalau sudah menonton itu pakai ilmu (mistik) atau apalah. Sebenarnya itu memang nyata, tidak ada yang dibuat buat. Bahkan ada yang bilang itu pemain minum alkohol biar mabuk, sebenarnya Ndadi (Kesurupan.red) itu memang karena pemain menjiwai. Makanya saya bisa membantah, khususnya di Sanggar ini tidak ada yang macam macam seperti itu," katanya.

"Apalagi disini ada warga yang berduka atau bisa dibilang acara musibah ada yang meninggal. Kami TSB ikut serta seperti tahlilan bersama, ini kami wajib ikut mewakili tuan rumah yang berduka," tambahnya.

Alat musik yang disediakan para pemain diantaranya,  Gong, gendang, saron, gemung kenong dan terumpet. Ada juga Barongan yang dipakai saat pemain, Celengan barongan serta Kucingan. Utama nya pemain memakai baju tari khas jawa selendang, dan tidak lupa menaiki bambu anyaman kuda.

Masih Muji, seni tari kuda lumping sendiri merupakan tarian energik yang dahulu dipakai oleh para prajurit kerajaan di pulau jawa. Oleh sebab itu, tarian ini memerlukan tenaga yang cukup menguras energi.

"Ada juga kami siapkan itu namanya sesajen ini memang wajib. Seperti bunga dan dupa, yang dipersembahkan dalam upacara keagamaan yang dilakukan secara simbolis dengan tujuan berkomunikasi dengan kekuatan dari leluhur," ujarnya.

Sakum pria berumur 70 tahun yang merupakan Paman Muji sendiri merupakan pemain keturunan pertama menggeluti seni sejak berumur 13 tahun. Dirinya mengaku, tarian ini diutamakan tenaga dan kebatinan. Hingga wajar, banyak pemain yang menjiwai dapat kesurupan.

"Makanya mas, ada pawang dalam tarian ini. Tujuan nya khusus penari yang menjiwai atau ndadi tadi dapat dikendalikan," ujar Sakum.

Bahkan menurut Sakum, para pemain yang sudah dikatakan kesurupan usai menari banyak merasa lelah.

"Ada juga yang sudah ndadi mas, dianya kecapekan. Makanya kita terus mengikuti zaman, sebisa mungkin tidak ada lagi yang namanya makan beling kaca," sambungnya.

Terakhir, Muji berharap seni budaya ini tetap dilestarikan oleh anak anak muda. Khusus di TSB sendiri menurutnya, banyak pemain dari kalangan anak muda beragam asal suku tidak hanya dari jawa. Dirinya pun mempersilahkan anak muda yang berminat dapat bergabung, dengan syarat ada ijin dari orang tua. Muji juga berharap agar, seni budaya kuda lumping ini bukan tempat hiburan mencari materi namun murni untuk menjaga kelestarian budaya turun menurun.

"Prinsip TSB sendiri, seni ini bukan sekedar mencari materi atau uang karena pemain yang disini bermacam profesi, ada yang berkerja sehari hari ada juga yang masih kuliah dan sekolah. Yang kami tekankan, budaya ini dapat terus dilestarikan oleh anak anak muda," katanya.

"Selain itu, kami berharap seni ini tidak dirusak untuk gagah gagahan atau kalau orang bilang isian. Nah ini, yang jadi perusak seni kita. Khusus untuk anak muda yang ada di Kota Bengkulu, silahkan masuk ikut di sanggar TSB dengan syarat tentunya ijin dari orang tua," tutupnya.