Gadis Desa yang Masih Lugu itu Bernama Pantai Panjang

Senja Pantai Panjang

Apalah daya Pantai Panjang. Seindah apapun, tidak akan mendapatkan nilai positif dari siapapun, terutama bagi para pelancong luar provinsi apa lagi luar negeri, jika seperti selama ini, hanya untuk selalu jadi 'bahan'. 

Dengan bibir pantai yang lebih dari 7 kilometer, ombak yang tidak terlalu besar, sajian pemandangan yang indah saat sunset ataupun paduan biru langit dan biru air, yang dihiasi oleh putih buih dan awan saat cuaca cerah, akan tetap diberi poin negatif jika sampah di mana-mana, terutama saat musim penghujan. 

Jangan melulu menyalahkan para pedagang terhadap sampah-sampah tersebut, terutama yang dibawa oleh ombak setelah hujan. Karena sampah yang begini adalah hasil kerja dari tangan, bisa jadi milik tangan kita yang membuang sampah di mana saja. 

Sampah-sampah tersebut di bawa oleh hujan ke dalam got, got ke sungai-sungai, baik sungai kecil maupun sungai besar, dan berakhir ke laut. Laut akan mengembalikan lagi ke daratan. Dan hasilnya, bisa kita lihat di pantai-pantai sepanjang pesisir, di mana saja. 

Terkait Pantai Panjang, bisa kita lihat di mana tidak ada pedagang yang juga berperan menunjang tempat wisata ini, justru terlihat kotor, suram dan 'mengerikan'. Rerumputan tumbuh dengan liar dan tinggi dan gelap. Situasi seperti ini sangat rawan bagi para pengunjung. Bisa menjadi tempat para pelaku kejahatan. 

Dan kalimat-kalimat yang mengatakan kotornya Pantai Panjang disebabkan oleh para pedagang yang berjualan di situ, seketika salah besar, jika melihat kenyataan pada perbandingan di atas. 

Pedagang yang berjualan di sepanjang Pantai Panjang, mau tidak mau harus diakui, bahwa mereka adalah aset dalam memajukan destinasi wisata satu ini . Keberadaan mereka telah membuat para wisatawan merasa aman, nyaman, dan menyediakan kebutuhan yang diinginkan, seperti menikmati kuliner khas yang disajikan di pantai, seperti kelapa muda misalnya. 

Jikapun ada satu dua kabar tentang kelakuan minus yang tersiar, seperti harga yang mahal, sampah yang menumpuk, itu hanyalah kelakuan oknum satu atau dua orang pedagang, dan tidak mencerminkan keseluruhan  para duta wisata tersebut. 

Kenapa Pantai Panjang kurang menggaung di Indonesia ataupun dunia? Kembali harus jujur mengakui, kalau peran pemerintah belum maksimal dalam 'menjual' aset satu ini. Harus berani juga  akui, bahwa kita orang-orang Bengkulu, gagap untuk mengakui keberadaan diri sendiri, apalagi kalau sudah merasa 'kaya' dan bangga dengan semua yang berbau 'luar', sedangkan negeri yang melahirkan ibu bangsa ini memiliki banyak hal yang khas, yang cuma ada di Bengkulu. Sesuatu yang berbeda adalah yang akang menjadi alasan orang mendatangi kota kecil ini. 

Sangat disayangkan kalau ada opini Pantai Panjang akan dijadikan 'Bali'nya Bengkulu, atau 'Ancol'nya Bengkulu.. Karena itu akan sia-sia. Akan kalah jauh, sebab Bali telah menjadi tujuan para pelancong dunia sejak penjajahan dulu. Sedangkan Ancol berada di ibu kota yang semua fasilitas dan kinerja pemerintahnya serius dalam pengelolaan aset yang mereka miliki. 

Mempihakketigakan? Pendapat begini tentulah sarat dengan kepentingan kapitalis, yang tentu saja ujungnya adalah keuntungan finansial bagi beberapa pihak saja. Pengibaratan sederhananya adalah, kita yang punya rumah, tapi lain orang yang memaksa dijadikan tamu yang mengatur kehidupan dan mengambil keuntungan dari para penghuninya. Jika ini sampai terjadi, adalah penghinaan dan penghianatan terbesar yang dilakukan oleh orang-orang dan pihak-pihak terkait kepada anak cucu Bengkulu sebagai pemilik syah dari Pantai Panjang ini. 

Pantai Panjang mau laku sebagai penghasil uang dan membantu perekonomian rakyat di sekitarnya? Maka jadikanlah Pantai Panjang sebagai PANTAI PANJANG, lengkap dengan peran pemerintah, pedagang, dan masyarakat dalam menjaga kebersihan, keindahan, kenyamanan dan nama baik tempat ini. 

Pemerintah hendaklah mendukung, secara terus menerus, mengayomi, dan melindungi keberadaan para masyarakat pedagang yang selama ini telah melayani para wisatawan yang datang. Beri mereka kepastian dan rasa aman. Terutama dari kemalingan, kebakaran dan kerusakan fasilitas mereka. Jangan seperti selama ini, pihak-pihak terkait seolah menutup mata dengan hal  yang seringkali mereka alami. 

Dan sebagai imbalannya, yakinlah, mereka akan dengan senang hati menjadi wajah terbaik bagi Pantai Panjang, sebagai duta dalam menjual wilayah yang telah memberikan banyak hal pada mereka. 

Memberikan pelatihan kepariwisataan khusus (bukan melulu kepada pada para 'guide') untuk mereka sebagai peserta, akan membuka wawasan dan akan memberikan hasil positif bagi pelayanan yang akan diberikan pada setiap pengunjung. 

Dan, jika ada di antara pedagang di Pantai Panjang yang selama ini mendedikasikan dirinya menjadi wajah Bengkulu, karena perbedaan yang dia miliki, anggap dan akui! Jangan pura-pura tidak tahu karena disebabkan tempatnya tidak menampilkan 'kemewahan' dalam pandangan orang Bengkulu. Banyak para pendatang bukan cuma mencari 'kemewahan', yang mungkin saja kemewahan yang kita pikirkan, tidak lebih mewah dari dapur mereka. Para pemilik uang biasanya tidak lagi mencari 'kemewahan', khas dengan keunikan lah yang mereka inginkan, sebab mereka sudah melewati ' kemewahan' tersebut. 

Siapapun anda, jangan bicara tentang kebersihan Pantai Panjang pada para pedagangnya yang ada di sana, jika anda masih membuang sampah sembarangan! 

Apapun posisi anda dalam masyarakat, jangan juga anda ingin orang lain menghargai milik anda, jika baru menginjak halaman bandara saja anda sudah tidak lagi bisa berbahasa daerah anda. 

Apapun instansi anda, jangan juga berharap Bengkulu terkenal dengan semua yang positif dimilikinya, jika pihak terkait hanya melakukan seremonial sesaat terhadap tanggung jawab dan kewajibannya. 

Pantai Panjang Bengkulu ibarat gadis desa yang baru menginjak remaja. Cantik dan masih lugu. Peran kita bersama untuk menjadikan gadis desa ini menjadi primadona yang cantik juga berkualitas dengan tetap menampilkan keunikan 'gadis desa', yang akan membuat semua orang tercekat karena kekagumannya. 

Penulis selain sebagai Tukang Kopi di Pantai Panjang, juga sebagai traveler, youtuber, bloger, seniman dan sastrawan, juga beberapa kali mengisi materi dalam seminar-seminar di kampus.

*Bagus Yuarto, Presiden SLE