Nasional - Dollar Amerika merangkak naik mencapai Rp 16.400 per USD terhitung Kamis (20/6/2024), hal ini kemungkinan dapat terjadi kenaikan kembali. Padahal pada Jumat (14/6/2024) lalu dolar menduduki Rp 16. 395 per USD. Terlihat hal ini kenaikan presentasi mencapai 0,80 persen perhari. Kenaikan ini menjadi cap terburuk pada tahun 2020 saat dampak Pandemi Covid -19 di Indonesia.
Meskipun penurunan nilai rupiah adalah tanggung jawab pemerintah, kamu juga dapat melakukan beberapa cara untuk membantu menguatkan nilai rupiah, lho.
Antara lain dengan membeli produk dalam negeri, menahan diri terhadap produk impor, tidak menimbun dollar dan menukarkannya dengan rupiah, berwisata dan berinvestasi di dalam negeri, serta bepergian dengan transportasi publik untuk menghemat penggunaan BBM.
Selain itu, dampak kenaikan nilai dollar Amerika Serikat memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian masyarakat Indonesia, salah satunya adalah peningkatan harga impor.
Setidaknya ada dua barang impor yang menjadi komoditas utama bagi masyarakat Indonesia, yaitu minyak mentah (petroleum) untuk bahan baku bahan bakar minyak dan beras. Pelemahan rupiah juga dapat berdampak negatif pada kinerja pelaku usaha yang bergantung pada bahan baku impor. Misalnya industri farmasi petrokimia, makanan dan minuman, hingga tekstil.
Selain itu, kenaikan nilai dollar juga dapat mempengaruhi sektor ekspor Indonesia. Meskipun pada dasarnya bisa meningkatkan daya saing produk ekspor Indonesia, karena harganya menjadi lebih kompetitif di pasar internasional, tetapi hal itu dapat mengurangi margin keuntungan para produsen dalam negeri.
Maka, kenaikan nilai dollar harus dikelola dengan bijak oleh pemerintah Indonesia untuk memastikan dampak positif terhadap ekspor dapat seimbang dengan dampak negatifnya pada harga impor dan daya beli masyarakat.
Dilansir CNBCIndonesia, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan pelemahan rupiah selama beberapa hari terakhir dipengaruhi oleh situasi global.
Untuk itu, pemerintah akan melakukan sinkronisasi antara kebijakan fiskal di bawah Kementerian Keuangan melalui APBN dan kebijakan moneter di bawah Gubernur Bank Indonesia.
(Berbagai Sumber)