Imigrasi Bengkulu Hadiri Dialog Interaktif RRI: Waspadai Penipuan bagi Pencari Kerja

imigrasi

Bengkulu – Kantor Imigrasi Kelas I TPI Bengkulu kembali menunjukkan komitmennya dalam melindungi Warga Negara Indonesia dari bahaya Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Melalui partisipasi dalam dialog interaktif yang diselenggarakan oleh Radio Republik Indonesia (RRI) Bengkulu, Kepala Seksi Lalu Lintas Keimigrasian, Bona Roy Simanungkalit, hadir sebagai narasumber dalam program yang mengangkat tema “Waspada Penipuan bagi Para Pencari Kerja”.

Dialog interaktif ini digelar pada hari Kamis, 15 Mei 2025, dan menghadirkan berbagai pihak yang berkompeten di bidang ketenagakerjaan dan migrasi. Selain Bona Roy Simanungkalit, hadir pula Tri Okta Riyanto, Kepala Bidang Penempatan dan Perluasan Kerja Dinas Tenaga Kerja Provinsi Bengkulu, Dr. Edi Safari selaku akademisi dari UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu, serta Amienah Atthahirah yang mewakili suara pencari kerja.

Dalam paparannya, Tri Okta Riyanto menyoroti fenomena meningkatnya jumlah pekerja migran ilegal yang berasal dari Indonesia. “Lonjakan jumlah pekerja migran ilegal dari Indonesia ke luar negeri sudah meningkat drastis bahkan mencapai 27 kali lipat di berbagai wilayah. Namun, sejak hadirnya Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) di Provinsi Bengkulu, situasinya mulai menunjukkan perubahan positif,” ujarnya. Sejak peresmian LTSA pada bulan Oktober 2024, tercatat lebih dari 100 orang telah mendaftar secara resmi untuk bekerja di luar negeri. Hal ini menjadi langkah awal penting dalam mendorong keberangkatan pekerja migran secara legal, aman, dan terlindungi.

Sementara itu, Bona Roy Simanungkalit menekankan bahwa isu TPPO merupakan salah satu dari 13 program akselerasi yang dicanangkan oleh Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto. “Imigrasi bersama seluruh pemangku kepentingan terus berupaya melakukan pencegahan terhadap keberangkatan WNI ke luar negeri secara non-prosedural, khususnya dalam konteks bekerja,” jelasnya.

Bona juga menguraikan perbedaan status antara Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) dan korban TPPO. “Di dalam negeri, mereka yang akan berangkat—baik prosedural maupun non-prosedural—disebut CPMI. Namun ketika mereka sudah berada di luar negeri dan mengalami eksploitasi atau situasi yang melanggar hukum, barulah dikategorikan sebagai korban TPPO,” tambahnya.

Terkait proses permohonan paspor, Bona menjelaskan bahwa sebelumnya calon pekerja migran wajib melampirkan surat rekomendasi dari Dinas Tenaga Kerja melalui sistem SISKOTKLN. Namun kebijakan tersebut kini telah dicabut. Meski begitu, Imigrasi tetap melakukan proses verifikasi yang ketat terhadap dokumen pendukung seperti KTP, Kartu Keluarga, dan dokumen lainnya. “Langkah ini adalah bentuk komitmen kami untuk mencegah praktik perdagangan orang serta memastikan WNI yang ke luar negeri benar-benar aman dan legal,” tegasnya.

Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan edukasi kepada masyarakat, khususnya para pencari kerja, agar lebih waspada terhadap berbagai modus penipuan berkedok penyaluran tenaga kerja ke luar negeri. Melalui kolaborasi antarinstansi dan media, diharapkan upaya perlindungan WNI dari ancaman TPPO dapat semakin optimal.