Bengkulutoday.com - Menurut Dr. Basnang Said Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Ditjen Pendis Kemenag RI pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan tertua di Indonesia, memiliki sejarah panjang yang erat kaitannya dengan perkembangan Islam di Nusantara. Sejak masa Wali Songo, pesantren telah menjadi pusat pendidikan yang berfokus pada ilmu agama, dengan kitab kuning sebagai bahan ajar utamanya. Keberadaan pesantren tidak hanya sebagai lembaga pendidikan tetapi juga sebagai tempat pembentukan karakter santri yang berlandaskan nilai-nilai keislaman, kemandirian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Pada awalnya, pesantren berkembang di berbagai wilayah pedesaan, seringkali di bawah bimbingan seorang kiai. Sebagai figur sentral, kiai tidak hanya berperan sebagai guru, tetapi juga pemimpin spiritual yang dihormati oleh masyarakat. Pesantren tumbuh menjadi lembaga yang mandiri, mampu menyediakan kebutuhan pokok bagi santri, seperti tempat tinggal, makanan, dan pengajaran, tanpa tergantung pada bantuan dari pihak luar. Kemandirian ini menjadi ciri khas pesantren sejak masa awal berdirinya.
Seiring perkembangan zaman, pesantren tetap mempertahankan identitasnya sebagai pusat pendidikan yang mandiri, meskipun menghadapi berbagai tantangan, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun politik. Pesantren berhasil bertahan dan terus berkembang hingga sekarang, membuktikan kemampuannya dalam beradaptasi dengan perubahan zaman sambil tetap menjaga prinsip-prinsip dasar yang telah diwariskan oleh para pendahulu.
Economy Hub Kemandirian Pesantren
Konsep kemandirian dalam pesantren bukanlah hal baru. Sejak awal, pesantren dibangun dengan semangat kemandirian, di mana kiai dan santri bekerja bersama untuk memenuhi kebutuhan harian. Pesantren tidak bergantung pada dana dari pemerintah atau pihak luar, melainkan mengandalkan swadaya masyarakat, wakaf, dan hasil pertanian atau usaha lain yang dikelola oleh pesantren itu sendiri.
Kemandirian ini tidak hanya terbatas pada aspek ekonomi, tetapi juga dalam hal pengelolaan pendidikan dan kehidupan sehari-hari. Pesantren mengajarkan santri untuk hidup sederhana, bekerja keras, dan berusaha mandiri dalam berbagai aspek kehidupan. Nilai-nilai inilah yang kemudian menjadi fondasi kuat bagi kemandirian pesantren hingga saat ini.
Sejak tahun 2021 pemerintah melalui Kementerian Agama yang diinisiasi murni oleh Gus Menteri Agama KH Yaqut Cholis Qoumas, telah meluncurkan Program Kemandirian Pesantren yang bertujuan untuk mendorong pesantren agar dapat lebih mandiri dari segi ekonomi. Program ini berfokus pada pemberian bantuan bisnis dan peningkatan kapasitas pesantren dalam mengelola sumber daya yang mereka miliki. Misalnya, pesantren diberi pelatihan dan pendampingan dalam bidang kewirausahaan, ritel, konveksi, laundry, dan teknologi. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pesantren untuk menghasilkan produk atau jasa yang dapat dijual di pasar, sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada bantuan eksternal.
Salah satu pendekatan utama dalam Program Kemandirian Pesantren adalah membangun pesantren sebagai community economic hub. Artinya, pesantren tidak hanya berperan sebagai pusat pendidikan, tetapi juga sebagai pusat ekonomi bagi masyarakat sekitar. Dengan memanfaatkan sumber daya lokal, pesantren dapat menjadi motor penggerak perekonomian di daerah pedesaan.
Konsep community economic hub ini mengintegrasikan berbagai kegiatan ekonomi dengan pesantren lainnya, kemudian dengan melibatkan masyarakat sekitar. Santri, kiai, dan masyarakat lokal bekerja sama dalam mengembangkan usaha-usaha tersebut, sehingga menciptakan sinergi yang menguntungkan bagi semua pihak. Usaha ini dimaksudkan untuk membentuk rantai pasok kebutuhan ekonomi yang saling menunjang antar satu pesantren dan pesantren lainnya.
Dalam jangka panjang, diharapkan pesantren dapat menjadi economic powerhouse yang mampu menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan mengurangi ketergantungan pada bantuan dari luar. Pesantren juga dapat menjadi contoh bagi lembaga-lembaga pendidikan lain dalam mengembangkan model kemandirian ekonomi yang berkelanjutan.
Ekonomi Pesantren di Era Baru
Program Kemandirian Pesantren merupakan langkah konkrit Kementerian Agama dalam menjalankan amanat Undang-undang Pesantren Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Hal ini juga menjadi program prioritas Menteri Agama, Gus Yaqut Cholil Qoumas dalam rangka membangun dan meningkatkan ekonomi pesantren. Gus Men mengatakan bahwa ekonomi pesantren harus dikembangkan mulai dari pelatihan hingga pemasaran hasil produk untuk memakmurkan lingkungan pesantren. Maka dari itu, harus ada kegiatan produktif di lingkungan pesantren. Bahkan dalam visi besarnya, GusMen sering kali menyampaikan bahwa pesantren yang kuat ekonominya akan menguatkan fungsi pendidikan dan dakwah pesantren. Bahkan lebih dari itu, pesantren yang mandiri kata beliau tidak akan tergantung pada kepentingan-kepentingan politik lokal.
Sejak diluncurkan, Program Kemandirian Pesantren telah menunjukkan berbagai perkembangan yang positif. Banyak pesantren yang telah berhasil meningkatkan kapasitas ekonominya melalui pelatihan dan pendampingan yang diberikan oleh Kementerian Agama. Beberapa pesantren bahkan telah berhasil mengembangkan usaha yang menghasilkan pendapatan cukup besar, sehingga mampu mendukung kegiatan pendidikan mereka secara mandiri, misalnya Al-Muttaqin Balikpapan dengan bisnis laundry, Al-Amin Dumay dengan bisnis pertanian, Darul Qoriin bisnis batik, Darul Syifa Al-Fithroh bisnis Air Minum Dalam Kemasan, dan masih banyak pesantren lainnya.
Perkembangan program kemandirian pesantren semakin signifikan, pada tahun 2021 sebanyak 105 pesantren penerima, tahun 2022 sebanyak 504 pesantren penerima, pada tahun 2023 sebanyak 1467 pesantren penerima, dan pada tahun 2024 ditargetkan mencapai 1524, sehingga total penerima sejak 2021 hingga 2024 mencapai 3600 pesantren penerima bantuan inkubasi bisnis. Dalam sejarah Kementerian Agama, inilah periode termassif membangun ekonomi di pesantren. Selama 4 tahun berturut-turut, 2021-2024, Kemenag menargetkan memberi bantuan kemandirian pesantren kepada 3600 pesantren. Dari total ini, Kemenag menargetkan 600 pesantren akan bertransformasi menjadi BUMP (badan usaha milik pesantren).
Kita paham bahwa peningkatan ekonomi di pesantren menjadi PR besar bagi kita semua, tentu akan banyak tantangan yang perlu dihadapi dalam pelaksanaan Program Kemandirian Pesantren. Salah satu tantangan utama adalah masih ada kesenjangan antara pesantren di daerah perkotaan dan pedesaan dalam hal akses terhadap teknologi dan pelatihan, karena hal tersebut akan berpengaruh juga terhadap SDM pengelola bisnis.
Harapan besar hadirnya Program Kemandirian Pesantren adalah terciptanya pesantren-pesantren yang mandiri secara ekonomi, mampu mengelola sumber daya yang mereka miliki secara optimal, dan berkontribusi positif bagi perekonomian masyarakat sekitar. Dengan kemandirian ekonomi yang kuat, pesantren dapat lebih fokus pada tugas utama mereka, yaitu mendidik generasi muda yang berakhlak mulia, memiliki keterampilan yang relevan dengan kebutuhan zaman, dan siap berkontribusi bagi pembangunan bangsa.
Program ini diharapkan juga dapat menjadi solusi bagi tantangan-tantangan yang dihadapi oleh pesantren, sehingga lahir ekonomi pesantren yang meningkat di era baru untuk menjawab keterbatasan sumber daya finansial, kesenjangan akses terhadap teknologi, dan ketergantungan pada bantuan eksternal. Dengan adanya Program Kemandirian Pesantren, pesantren dapat lebih mandiri dalam mengelola keuangan mereka, mengembangkan potensi ekonomi lokal, dan meningkatkan kesejahteraan santri serta masyarakat sekitar.
Secara keseluruhan, kehadiran Program Kemandirian Pesantren diharapkan dapat membawa pesantren ke era baru, di mana mereka tidak hanya dikenal sebagai pusat pendidikan agama, tetapi juga sebagai pusat ekonomi yang mandiri, inovatif, dan berkelanjutan. Melalui program ini, pesantren dapat terus berkembang dan beradaptasi dengan perubahan zaman, tanpa kehilangan identitas dan nilai-nilai luhur yang telah menjadi fondasi mereka selama berabad-abad. Semoga.