Berkolaborasi, Kementerian Agama RI dan Unilever Indonesia melalui Lifebuoy Berikan Pelatihan dan Edukasi Kesehatan Kepada Ratusan Santri PP Darussalam Bengkulu

Pesantren Sehat Lifebuoy

Jakarta - Kementerian Agama Republik Indonesia bekerja sama dengan Unilever Indonesia melalui brand Lifebuoy menggelar program "Pesantren Sehat Lifebuoy” yang melibatkan 150 santri dan santri putri di Pondok Pesantren Darussalam Bengkulu pada Jumat (8/3).

Dalam program yang bertujuan meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di lingkungan pesantren itu diisi dengan kegiatan pelatihan dan edukasi kesehatan guna cetak Duta Santri. 

Acara ini turut dihadiri oleh Kepala Bidang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan Islam (PAPKI) Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Bengkulu, Dr. H. Junni Muslimin, S.Ag, MA., Direktur Eksekutif Bina Masyarakat Peduli (BMP), MS Hakim, BBA., Direktur dan Sekretaris Perusahaan Unilever Indonesia, Nurdiana Darus, Pimpinan Pondok Pesantren Darussalam Bengkulu, Dr. Rahmat Ramdhani. M.Sos.I serta segenap Pengurus PP Darussalam Bengkulu.

Kabid PAPKI Kanwil Kemenag Provinsi Bengkulu, Dr. H. Junni Muslimin, S.Ag, MA. mengatakan, “Kami sangat menyambut baik program kerjasama dengan Unilever Indonesia ini. Kami berharap tidak hanya di satu atau dua pondok pesantren saja, karena Provinsi Bengkulu mempunyai 101 pesantren. Program ‘Pesantren Sehat Lifebuoy’ ini sangat sejalan dengan kehidupan di pondok pesantren yang harus bersih, sehat, dan berseri, sekaligus menepis anggapan bahwa pesantren itu kumuh.”

Pimpinan Pondok Pesantren Darussalam Bengkulu, Dr. Rahmat Ramdhani. M.sos.I mengapresiasi program ini. “Karena pada hakikatnya acara hari ini sangat relevan dengan kondisi pesantren yang selama ini dianggap sederhana dan kurang sehat. Dengan adanya pelatihan-pelatihan seperti ini tentu sangat bermanfaat, bahkan tidak hanya terhadap santri dan santri putri, tapi juga ke lingkungan yang lebih luas. Selain sesuai dengan ajaran agama, momennya juga pas menyambut bulan Ramadan di mana dibutuhkan kesiapan lahir, bersih dan sehat secara fisik, juga batin.” 
Salah satu langkah utama dari Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang penting untuk diimplementasikan di pesantren adalah gerakan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) di 5 momen penting, yakni saat sebelum makan, setelah dari toilet, setelah bermain, setelah batuk atau bersin, dan setelah bepergian. Jika dibiasakan, CTPS di 5 momen penting akan mampu melindungi para santri dan santri putri dari berbagai penyebaran penyakit.   

Bahkan menurut teori Swiss Cheese Model for Infectious Disease, kebiasaan ini menjadi langkah pertama untuk melindungi diri dari ancaman penyakit infeksi, setelah vaksin. Sementara, menilik pada data Riskesdas 2018, di Provinsi Bengkulu, untuk usia di atas 10 tahun yang mempunyai kebiasaan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) baru mencapai 40,20%, sehingga kebiasaan CTPS ini penting untuk disebarluaskan ke seluruh masyarakat Provinsi Bengkulu.
Secara terpisah, Head of Skin Cleansing Unilever Indonesia, Erfan Hidayat menjelaskan peran Lifebuoy untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan di area Pesantren. Salah satunya adalah dengan mencetak Duta Santri sebagai peer educator dari program peer-to-peer learning.

“Sejak tahun 2019 program Pesantren Sehat Lifebuoy telah menjangkau lebih dari 2.000 pesantren dan memberikan manfaat bagi lebih dari 900.000 santri dan santri putri di Indonesia. Tahun ini program Pesantren Sehat Lifebuoy hadir di Kota Bengkulu dengan tujuan memberikan dampak yang lebih luas melalui sejumlah rangkaian kegiatan mulai dari peer-to-peer learning, training for trainers (kepada santri dan santri putri, ustadz, dan ustadzah), edukasi CTPS dengan baik dan benar, hingga pemeriksaan kesehatan. Kami berharap dengan kolaborasi yang dilakukan di Pesantren di berbagai kota di Indonesia kami dapat menjangkau penambahan 1 juta santri dan santri putri di lebih dari 1.500 pesantren,” papar Erfan.

Interaksi intens antarmasyarakat pesantren menjadikan pesantren unit pendidikan yang berpotensi efektif dalam membiasakan CTPS di 5 momen penting melalui metode peer-to-peer learning, dimana mereka saling mencontohkan dan meniru berbagai perilaku positif. Menurut studi dari Hungarian Academy of Sciences, peer-to-peer learning atau program edukasi melalui teman sebaya merupakan salah satu cara edukasi yang paling efektif dalam pengajaran CTPS di kalangan anak-anak. Studi ini menemukan bahwa program edukasi melalui teman sebaya dapat meningkatkan pengetahuan teoritis tentang CTPS dan cara mempraktekkan CTPS yang benar hampir 2 kali lebih baik dari sebelumnya, dan dapat bertahan bahkan 4 bulan setelah program berakhir. 

Program Pesantren Lifebuoy dibagi menjadi dua tahap:
Pemilihan Duta Santri oleh pihak Pesantren sebagai peer educator yang akan mendapatkan pelatihan tentang PHBS, terutama CTPS, oleh dokter dari PDUI. Hal ini menjadi penting karena salah satu faktor kesuksesan peer-to-peer learning adalah kompetensi dan kapabilitas dari peer educator. Melalui pelatihan ini, Duta Santri akan memahami pentingnya CTPS dan bagaimana cara melakukan CTPS dengan baik dan benar.
Tahap berikutnya, Duta Santri akan kembali ke pesantren untuk dapat memulai melakukan Gerakan 21 Hari Pembiasaan CTPS bersama santri/santri putri lainnya. Hal ini dilakukan karena menurut teori peer-to-peer learning, edukasi melalui peer educator yang kompeten terbukti lebih efektif dibandingkan dengan edukasi guru-siswa pada umumnya.

Selain peer-to-peer learning, Lifebuoy memberikan bantuan terhadap pesantren berupa dana pendidikan, alat penunjang pendidikan, dan pemeriksaan kesehatan tanpa biaya.
"Dengan dilaksanakannya program Pesantren Sehat Lifebuoy di Kota Bengkulu, kami berharap dapat melahirkan agen-agen perubahan yang mampu menciptakan lingkungan pesantren maupun masyarakat yang lebih sehat. Di tahun 2024, program sudah berjalan di Kota Semarang, Jakarta, Bandung, Banjarbaru, Makassar, Palembang, Lampung, dan saat ini di Bengkulu, dan akan berjalan di berbagai kota lain di Indonesia, antara lain Padang,” tutup Erfan. (Rls)