Bengkulu - Diduga lakukan pengrusakan dan menghancurkan bangunan, Angga (37) warga Desa Pasar Manna Kabupaten Bengkulu Selatan melaporkan terlapor berinisial RI yang juga memiliki bangunan kosan tepat berada disebelah pelapor. Laporan tersebut tertuang dalam surat Nomor : LP/B/4/I/2025/SPKT/ Polsek Ratu Agung/ Polresta Bengkulu pada tanggal Kamis (09/01/2025) lalu. Diduga para terlapor tanpa ijin merusak bangunan serta membongkar barang barang kosan miliknya.
Melalui kuasa hukumnya Sustimawati, SH MH Minggu (12/1) mengatakan, permasalahan terjadi di bangunan kosan tepatnya di Jalan Tektonik 4 Kelurahan Lempuing Kota Bengkulu ini sudah dilaporkan ke pihak Polisi.
"Benar, sudah dilaporkan oleh klien kita ke Polisi dimana ada pengerusakan dan penghancuran bangunan kosan milik klien kita ini. Tadi kita sudah mendatangi dua orang saksi yang saat itu sedang berada ditempat saat kejadian," ujarnya.
Sustimawati mengatakan, dari pihak klien dan terlapor selama ini tidak terjadi keributan selama dua tahun bangunan itu berdiri. Namun setelah terlapor membeli tanah dibelakang milik kliennya itu barulah permasalahan ini terjadi.
"Tidak pernah ribut sama sekali, untuk surat kepemilikan tanah klien kami ini lengkap selain itu bangunan ini sudah berdiri selama dua tahun. Namun setelah tanah belakang ini dibeli oleh terlapor barulah hal ini terjadi, sehingga ada apa ini. Intinya tidak dibenarkan melakukan pengerusakan bangunan milik hak orang lain," lanjutnya.
Terlapor RI ini diketahui merupakan menantu dari oknum pejabat dprd kepahiang. Sehingga sangat berani melakukan perbuatan itu.
"Dari informasi kita dapat, memang terlapor RI ini merupakan menantu oknum anggota dprd kepahiang. Mungkin karena itu, terlapor ini bisa se enak nya saja merusak dan menghancurkan bangunan milik orang lain," tegasnya.
Sebelum terjadi pengrusakan itu, menurut pelapor pernah digugat oleh terlapor ke RT setempat dikarenakan lahan tersebut berstatus hibah agar digunakan untuk akses jalan umum.
Setelah adanya pengrusakan tersebut barulah diketahui, surat hibah diberikan oleh pihak pemilik lahan pertama ke pemilik lahan kedua, sedangkan dirinya merupakan pembeli lahan dari pemilik kedua tidak diberitahu.
"Memang sempat saya digugat ke RT karena tanah ini berstatus hibah sehingga terlapor ini meminta untuk akses jalan umum. Namun dalam surat SPT tanah itu tidak ada mencantumkan tanah itu berstatus hibah, bahkan pihak lurah disini tidak tahu permasalahan hibah itu," terang Angga.
Hingga saat ini pun menurut pelapor belum ada itikad baik dari terlapor RI ataupun berkomunikasi baik oleh dirinya. Akibat peristiwa ini dirinya pun merasa dirugikan sebesar Rp 40 juta.
"Belum ada komunikasi dengan kami, padahal ada nomor handphone saya disana. Makanya kami laporkan ke pihak berwajiba agar harapan kami dapat ditindak lanjuti," tukas Angga.