Bengkulutoday.com - Berita tentang Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Lebong, Doni Swabuana, yang dikabarkan telah dianulir atau dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) menjadi sorotan serius dari Pemerintah Provinsi Bengkulu. Isu ini telah menarik perhatian dan memicu respons dari pihak pemerintah daerah, menunjukkan betapa pentingnya stabilitas dan kejelasan dalam pengelolaan pemerintahan di Kabupaten Lebong.
Hal ini disebabkan oleh beredarnya surat dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 100.2.2.6/7974/OTDA tertanggal 8 Oktober 2024 perihal Penjelasan Terhadap Pengangkatan Penjabat Sekretaris Daerah Kabupaten Lebong, yang ditujukan kepada Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Bengkulu.
Dalam konferensi pers yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Bengkulu, yang diwakili oleh Asisten III dan Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Bengkulu, dinyatakan bahwa posisi Doni Swabuana saat ini tetap sebagai Penjabat Sekda Lebong.
"Untuk posisi jabatan Doni Swabuana yang saat ini sebagai Penjabat Sekda Kabupaten Lebong, sampai hari ini beliau tetap sebagai Penjabat Sekda Lebong, walaupun banyak diisukan jabatannya dianulir atau dibatalkan. Terkait hal itu, saya tegaskan bahwa Doni Swabuana masih tetap menjabat sebagai Penjabat Sekda Lebong," tegas Hendri Donan, Kepala Biro Setda Provinsi Bengkulu, yang didampingi Asisten III Nandar Munadi, saat konferensi pers di Ruang Media Center Pemprov Bengkulu, Kamis (10/10/2024).
Terkait informasi keluarnya surat dari Mendagri tentang Penjelasan Terhadap Pengangkatan Penjabat Sekretaris Daerah Kabupaten Lebong, Hendri mengakui bahwa hingga hari ini fisik surat tersebut belum diterima oleh Pemerintah Provinsi Bengkulu secara resmi dari pemerintah pusat.
Namun, kata Hendri Donan, berkaitan dengan perkembangan terkini, dipandang penting untuk memberikan penjelasan secara resmi terkait surat yang dikeluarkan Mendagri tersebut, khususnya mengenai posisi Penjabat Sekda Kabupaten Lebong yang ditunjuk oleh Plt Gubernur Rosjonsyah, yaitu Doni Swabuana.
Perlu dijelaskan pertama mengenai kewenangan, yang mengacu pada surat Mendagri itu, kita perlu melihat Perpres Nomor 03 Tahun 2018 tentang Penjabat Sekda. Dalam hal ini, sebelum diangkat dan ditunjuk sebagai Penjabat Sekda oleh Plt Gubernur Bengkulu, sudah ada Penjabat Sekda yang diangkat oleh Bupati Lebong/penjabat sebelumnya, berdasarkan ketentuan Pasal 5 Ayat 2 Perpres Nomor 3 Tahun 2018, dan masa jabatannya berlangsung selama tiga bulan.
Dengan ketentuan itu, lanjutnya, setelah melalui tiga bulan, jika Sekda definitif juga masih kosong, maka sesuai ketentuan, untuk menjalankan roda pemerintahan, jabatan Sekda tidak boleh kosong dan harus ada pejabatnya.
Perpres 3 Tahun 2018 memberikan amanah dan kewenangan pada Pasal 10 Ayat 2 huruf B, yang menyebutkan, dalam hal jangka waktu tiga bulan terjadi kekosongan Sekda dan Sekda definitif belum ditetapkan, paling lama lima hari kerja, gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dapat menunjuk penjabat sekretaris kabupaten/kota yang memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan yang ada.
"Perlu digarisbawahi bahwa ayat tersebut mengatakan 'menunjuk', bukan 'pergantian'. Hal ini menunjukkan bahwa Perpres Nomor 3 Tahun 2018 memberikan kewenangan kepada gubernur.
Bagaimana cara penunjukan Sekda tersebut, yaitu dengan Mendagri mengeluarkan Permendagri Nomor 91 Tahun 2019 tentang Penunjukan Penjabat Sekda.
"Penunjukan penjabat Sekda masih mengacu pada Pasal 2 Ayat B Perpres Nomor 3 Tahun 2018, di mana tetap diberikan kewenangan kepada gubernur untuk menunjuk penjabat Sekda kabupaten/kota. Dasar kewenangan inilah yang digunakan Pemprov untuk menunjuk penjabat Sekda kabupaten/kota," jelasnya.
Selanjutnya, terkait persyaratan penunjukan penjabat Sekda, terdapat pada Pasal 4 huruf a dan b, yang menyebutkan syaratnya adalah menduduki jabatan Pimpinan Tinggi Pratama Eselon II B di pemerintah daerah provinsi dan memiliki pangkat paling rendah Pembina Tingkat I Golongan IV B.
"Artinya, di sinilah letak pondasi aturan kenapa dilakukan penunjukan penjabat Sekda oleh gubernur," ungkapnya.
Tata cara ini berdasarkan Perpres Nomor 3 Tahun 2018 dan Permendagri Nomor 91 Tahun 2019, sehingga jika kita lihat surat Mendagri yang beredar sekarang, berkaitan dengan Pasal 71 Ayat 2 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016, hal itu berkaitan dengan penggantian.
"Sedangkan kita tidak melakukan penggantian, karena penggantian jelas berbeda pengertiannya dengan penunjukan serta kewenangannya. Maka tata cara ini yang kita lakukan dalam penunjukan penjabat Sekda Lebong," sebutnya.
Lebih jauh dijelaskannya, pada surat Mendagri itu juga disebutkan pada angka 2 huruf B yang menunjukkan penjabat Sekda Lebong yang berasal dari pejabat Eselon II Kabupaten Lebong.
"Jadi kami mencermati hal ini, serba dilematis yang menjadi perdebatan sekarang, karena jika kita lihat pada Perpres Nomor 3 Tahun 2018 dan Permendagri tersebut, maka tidak ada ruangnya. Justru, gubernur akan melanggar kedua aturan tersebut jika saran dari surat Mendagri itu dijalankan," ujarnya.
"Karena yang ditujukan dalam surat Mendagri itu adalah pejabat struktural Eselon II di Kabupaten Lebong dan bukan Pejabat di Pemerintah Provinsi, sesuai dengan syarat yang termaktub dalam peraturan yang ada," tambahnya.
Menanggapi adanya surat Mendagri yang beredar, meskipun Pemprov Bengkulu belum mendapatkan bentuk fisik resmi, Pemprov akan tetap memantau dan akan berkoordinasi dengan Mendagri secepatnya.
"Agar polemik penunjukan pejabat Sesda Lebong ini tidak berkepanjangan, kami ingin adanya kepastian hukum," tegas Hendri.
"Apakah surat Mendagri ini kita patuhi atau Perpres ini yang kita ikuti? Namun, pada pandangan kami, tentu peraturan yang kita ikuti. Kami tidak menampik soal surat dari Mendagri tersebut, makanya kami akan koordinasi dengan Mendagri secepatnya," demikian ujar Hendri.