Istri Kesayangan Bung Karno yang Bisa Dijadikan Contoh Perempuan Indonesia

Keluarga Bung Karno

Selama ini, banyak dari kita yang mengetahui bahwa Bung Karno merupakan seorang flamboyan yang memiliki 9 orang istri.

Salah satu yang paling teringat di memori masyarakat Indonesia, tentu saja Ibu Fatmawati yaitu putri kelahiran Bengkulu Tahun 1923 yang tepat pada tanggal lahirnya 5 Februari kemarin monumennya telah diresmikan oleh Presiden Jokowi di simpang 5 Kota Bengkulu.

Namun tahukah kita, bahwa ternyata ada sosok keibuan, sederhana dan penuh wibawa bernama Hartini ? Wajahnya penuh kedamaian, senyumnya meluluhkan hati siapa saja yang melihatnya. Beliau adalah istri keempat Bung Karno, yang dipersunting setelah Fatmawati. Ia bukanlah perempuan dengan pendidikan tinggi luar biasa, apalagi datang dari keluarga kaya raya.

Hartini adalah wanita berusia 28 tahun, berstatus janda 5 anak. Kita tentu bertanya-tanya, apa yang membuat sang putra fajar jatuh hati padanya, rela menduakan Fatmawati bahkan rela ditolak berkali-kali sebelum akhirnya Hartini bersedia dinikahi ? 

Perjalanan hidup perempuan yang berpulang di tahun 2002 ini akan membuat kita meneteskan air mata, dan belajar bagaimana menjadi perempuan penuh wibawa yang sesungguhnya.

Cinta yang Berawal dari Semangkuk Sayur Lodeh

Tahun 1952, Bung Karno berkunjung ke Salatiga. Kota kecil yang bersahaja ini menyambut sang Presiden dengan penuh suka cita. Berbagai hidangan lezat disajikan, salah satunya adalah menu favorit sang proklamator. Sayur lodeh yang dibuat sepenuh hati, oleh perempuan anggun dan keibuan bernama Hartini.

Saat mencicipi sayur khas Jawa itu, Bung Karno langsung jatuh hati. Beliau bahkan mengungkapkan keinginannya untuk berterimakasih pada sosok yang memasak sayur lodeh kesukaannya itu. Dengan malu-malu dan wajah menunduk, Hartini maju ke depan kerumunan. Bisa dibilang, saat itulah cinta pada pandangan pertama Bung Karno bersemi pada perempuan yang bekerja keras menghidupi 5 orang anaknya sendirian.

Bung Karno memang tak pernah memandang apapun saat mencintai seorang perempuan. Inggit istri kedua yang lebih tua 12 tahun dan istri orang, beliau jatuh hati setengah mati. Begitu pula dengan Hartini, walau berstatus janda 5 orang anak, Bung Karno tak pernah memusingkannya. Yang beliau tahu, perempuan yang kala itu berusia 28 tahun itu telah mencuri hatinya.

Sikap Bung Karno yang romantis dan piawai mengambil hati perempuan juga ditunjukkan pada Hartini. Beliau mengirimkan surat-surat cinta, dengan nama samaran Srihana. 

Dalam bait-bait tulisannya, ia menuliskan bahwa: “Tuhan telah mempertemukan kita Tien, dan aku mencintaimu. Ini adalah takdir.”

Hati perempuan mana yang tak luluh ? Namun bukan berarti Hartini langsung mengiyakan lamaran Bung Karno begitu saja. Perempuan kelahiran Ponorogo 20 September 1924 ini bergeming, karena beliau tahu bahwa sang Presiden telah memiliki istri. Pun ia paham betul bahwa menjadi istri kedua, beban moralnya sungguh berat luar biasa. Hartini adalah satu-satunya wanita yang tak langsung berkata iya saat dilamar Bung Karno, dan Presiden pertama di Indonesia itupun pantang menyerah untuk mendapatkan hati sang pujaan jiwa.

Namun demikian pada akhirnya, luluh juga hati Hartini. Setelah meminta nasihat pada kedua orang tuanya, dan memantapkan hati, ia bersedia menikah dengan Bung Karno. Setelah sang Presiden meminta izin untuk menikah lagi pada Fatmawati meskipun Fatmawati monolak dan ahirnya meninggalkan istana sebagai bentuk protes karena dimadu. Ditahun 1953 akhirnya dua insan yang saling jatuh hati ini meresmikan hubungan cinta di bawah ikatan suci.

Namun Hartini tidak serta merta menikah dengan Bung Karno begitu saja. Beliau memberi syarat yang membuat suaminya itu bergetar hatinya, dan yakin bahwa Hartini adalah sosok yang benar-benar berwibawa. Perempuan anggun dan sederhana ini meminta pada Bung Karno tetap menjadikan Fatmawati sebagai first lady. Ia juga tak ingin Fatmawati sampai diceraikan.

Hartini juga bersedia menjadi istri kedua, dan menaruh hormat sepenuhnya pada bu Fat, panggilan akrab Fatmawati. Satu kalimatnya yang membuat semua perempuan menangis saat mendengarnya: “ Saya rela jadi istri kedua, dan jangan ceraikan Bu Fat. Karena kami sama-sama wanita…”

Kala itu, keputusan Bung Karno untuk memiliki istri lebih dari satu menuai banyak protes dan kontroversi. Otomatis, nama Hartini juga jadi bulan-bulanan dan kerap didengungkan sebagai perebut suami orang. Namun apakah perempuan yang selalu tampak ayu saat memakai kebaya ini protes ? Tidak pernah sama sekali.

Beliau tetap tabah dalam menjalani rumah tangganya bersama Presiden Soekarno. Hartini paham benar bahwa menerima, diam, dan ikhlas serta bijaksanalah yang menjadi kunci kebahagiaannya. Beliau mengerti bagaimana cara menyenangkan suami, sampai Bung Karno mengatakan bahwa Hartinilah istri kesayangannya.

Seiring berjalannya waktu, orang nomor satu di Indonesia kala itu tetap jatuh cinta pada wanita lain. Ada Kartini Manoppo, Yurike Sanger, Haryatie, Ratna Sari Dewi dan Heldy Djafar datang silih berganti mengisi hati sang negarawan. Hartini sama sekali tidak cemburu atau membantah, ia selalu memberikan restunya pada sang suami untuk menikah lagi.

Bukan tanpa alasan, namun Hartini tahu bahwa kebahagiaan Bung Karno adalah kebahagiaannya juga. Hingga Bung Karno tutup usia, Hartinilah yang merawat sang suami dengan sepenuh hati, mulai diusir dari Istana Bogor hingga kritis di Wisma Yaso. Di pangkuan Hartinilah Bung Karno menghembuskan napas terakhirnya di RS Gatot Subroto pada 21 Juni 1970.

Hartini mengajarkan kita semua bahwa kebijaksanaan memang begitu susah dilakukan apalagi jika berbau berbagi. Namun sikapnya yang luwes, lemah lembut dan penuh kasih, membuat Bung Karno berkata bahwa beliau ingin Hartini kelak dimakamkan di sampingnya saja. Begitu besar cinta sang putra fajar pada istrinya itu, menandakan bahwa Hartini tak hanya mau bersanding saat senang, tapi hingga saat terburuk sekalipun.

Monggo kopine disruput... Ujar Slamet Slamet Wakhyudin Penulis Artikel Ini.