Isu Wacana Revisi Undang-Undang Perpajakan, Kais Pendapatan yang Bebankan Rakyat

M Pebriyansya Hajrin

Bengkulutoday.com -  Di tengah hingar-bingarnya problematika pandemi covid-19 yang tak kunjung usai, pemerintah kembali mengajukan draft rencana revisi Undang-Undang (UU) Nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Undang-Undang ini kabarnya masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Rancangan Tahun 2021 dengan nomor urut 31 sebagai proposal dari pemerintah. Akibatnya, kontroversi pun kembali mencuat terkait substansi didalamnya yang menuai banyak polemik, antara lain terkait rencana kenaikan ppn sembako dan sekolah atau ppn jasa pendidikan.

Isu terkait rencana kenaikan ppn sembako menjadi poin yang sangat kontroversial di kalangan masyarakat. Pasalnya draft rencana revisi Undang-Undang tersebut mengatur regulasi terkait dengan kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Regulasi ini dianggap akan berdampak pada terjadinya hambatan bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ditambah lagi karena rencana pembahasan terkait revisi Undang-Undang tersebut dianggap kurang tepat, masalah pada masa pandemi Covid-19 ini adalah usaha dan juga pendapatan masyarakat yang menurun.

seperti yang dikabarkan bahwa yang terkena dampak kenaikan tarif ppn ini adalah untuk sembako kelas premium, namun hal ini tetap saja akan berpengaruh bagi masyarakat kecil. Karena dengan diberlakukannya regulasi ini, maka sama dengan menggiring masyarakat dengan ekonomi kecil untuk mengkonsumsi sembako non premium yang kualitasnya dibawah sembako premium. Di sini terlihat adanya upaya diskriminasi dari pemerintah untuk membatasi masyarakat kelas bawah untuk dapat mengkonsumsi kebutuhan yang baik dan layak.

Dampak lain yang mungkin terjadi nanti juga akan dirasakan oleh para pelaku usaha yang menggunakan komoditas sembako. Karena tidak mungkin komoditas yang digunakan untuk menjual sembako non premium yang tentunya akan menurunkan kualitas barang dagangannya, maka pedagang akan tetap menggunakan sembako non premium yang tentunya membutuhkan biaya
yang cukup mahal.

Lalu sektor pendidikan juga merupakan aspek penting bagi masyarakat. Selain kebutuhan, pendidikan juga merupakan tanggung jawab negara dan negara wajib memastikan agar setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Lebih dari itu pemerintah diamanatkan untuk membiayai pendidikan warganya seperti yang tertuang dalam Pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945. Jika biaya untuk mengikuti pendidikan akibat disahkannya regulasi ini, maka tentunya akan semakin mempersempit kesempatan masyarakat dengan ekonomi kecil untuk mendapatkan pendidikan. Hasil pendidikan hanya dapat diikuti oleh masyarakat dengan ekonomi kelas menengah ke atas.

Padahal, negara berkewajiban memprioritaskan anggaran pendidikan setidaknya 20% dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 31, jadi bukan kewajiban warga negara untuk membayar sekolah melainkan negara yang harus memfasilitasi warganya untuk mendapatkan layanan pendidikan yang berkualitas. Hal ini tentu saja menjadi tanda tanya, anggaran pendidikan yang bersumber dari APBN dan APBD negara malah dikenakan pajak yang dikembalikan kepada negara.

Namun di sisi lain, kabarnya pemerintah berencana memberikan relaksasi terkait Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPNBM). Lagi-lagi terlihat adanya upaya diskriminasi oleh pemerintah yang memihak kepada investor dan pengusaha dengan memberikan relaksasi PPNBM sebesar 0%, namun disisi lain disisi lain masyarakat kecil untuk memenuhi kebutuhan pokok yang dikenai
pajak.

Sangat diperlukan pertimbangan yang matang terkait substansi dari rencana revisi Undang-Undang tersebut, terutama terkait dengan sektor pangan yang merupakan kebutuhan pokok dan menjadi hal yang sangat vital dibutuhkan oleh masyarakat. juga dengan adanya rencana mengenai aturan tersebut, pemerintah harus tetap memperhatikan kondisi ekonomi masyarakat kecil dalam memenuhi kebutuhannya.

Bahkan di dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 negara dan atau pemerintah diminta untuk menciptakan sebesarbesarnya kemakmuran bagi rakyat. Di samping itu juga sektor pendidikan merupakan hal yang tak kalah penting yang dibutuhkan oleh masyarakat dan menjadi tanggung jawab pemerintah. 

Karena seperti amanat konstitusi Indonesia yang termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar bahwa tanggung jawab negara untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sehingga menjadi hal yang tidak boleh ditawar-tawar apalagi merugikan masyarakat. Jangan sampai dengan disahkannya aturan ini membelokkan sektor pendidikan mengarah pada komersialisasi dan privatisasi, berdampak pada turunnya minat siswa untuk efek dan fenomena anak putus sekolah sebagai akibat biaya sekolah yang mahal. pemerintah juga harus dapat menyelenggarakan pendidikan secara demokratis,
berkeadilan, dan tidak diskriminatif.

Memang perlu diketahui bahwa rencana pemerintah dalam merevisi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, bertujuan untuk mengurangi defisit APBN yang terus menurun dan rasio utang yang semakin meningkat akibat penanganan pandemi Covid-19.

Namun pemerintah harus dapat mencari solusi lain terkait dengan pemulihan ekonomi negara pada sektor perpajakan. Jangan sampai, demi memulihkan ekonomi negara harus dengan mengorbankan kepentingan dan membebankan masyarakat. Karena bukan tidak mungkin di kemudian hari akan terjadi gelombang besar yang akan dilakukan oleh rakyat apabila RUU tersebut benar-benar disahkan.

***

M Pebriyansya Hajrin, Mahasiswa UNIB.