Jembatan Manula : Penghormatan Kepada Syekh Aminullah dan Jejak Sejarahnya

Jembatan Manula

Di antara Bengkulu dan Lampung terentang Jembatan Manula yang panjang.

Ya, jembatan sepanjang 215 meter dan lebar 10,5 meter ini memang menghubungkan ruas jalan nasional Provinsi Bengkulu dengan Provinsi Lampung.

Jembatan Manula dibangun oleh Kementerian PUPR dan selesai akhir 2019 lalu. Lokasinya yang diapit dinding tebing dengan pemandangan hutan lindung membuat pengendara yang melintas kerap berhenti di ujungnya untuk berswafoto.

Diketahui jembatan lama yang posisinya berada di hilir kondisi jalannya menanjak menikung tajam sehingga banyak terjadi kecelakaan terutama kendaraan besar dan bermuatan berat yang tidak sanggup menanjak.

Jembatan dan jalan yang baru ini diharapkan mempermudah dan memberikan rasa aman terhadap para pengendara dan menjadi poros urat nadi provinsi Bengkulu yang menghubungkan antara Sumatera Barat - Bengkulu dan Lampung.

Sebelum jembatan ini selesai dibangun para pengendara harus melewati jalan dan jembatan yang berada di hilir. Ketika melalui jalan tersebut para pengendara harus menaklukkan dua tanjakan terjal yang sering disebut masyarakat sekitar Tebing Yurin dan Tebing Pak Tua.

Ditanjakan tersebut acap kali terjadi kecelakaan karena mobil besar dan bermuatan berat tidak mampu menanjak. Dirinya mengaku gembira dan bersyukur atas selesainya jembatan Manula ini.

​​​Lalu dari mana muasalnya nama Jembatan Manula? Rupanya, itu sebentuk penghormatan kepada seorang tokoh yang dimakamkan di sekitar jembatan ini, yaitu Syekh Aminullah. Warga setempat menyebut Aminullah dengan Manula Sahaja.

Beliau ini seorang penyebar agama Islam di Provinsi Lampung terutama di Kabupaten Pesisir Barat yang wafat sekitar tahun 1525. Di hari-hari tertentu makam beliau ini banyak sekali para peziarah yang datang tidak hanya dari Kabupaten Pesisir Barat tapi juga dari luar daerah. Seperti peziarah dari Bengkulu, karena lokasinya sendiri juga berdekatan dengan perbatasan antar kedua provinsi. Untuk lokasi makamnya sendiri terletak di bukit Pantai Ujung Lemong yang masih berada di dalam wilayah Kecamatan Lemong.

Berdasar keterangan dari masyarakat sekitar, Syekh Aminullah merupakan keturunan Arab yang berlayar dari Aceh. Saat melintasi Samudera Indonesia di pesisir Krui, tiupan badai kencang membuat kapal yang ditumpanginya terdampar di daerah Cahayanegri, Kecamatan Lemong, Lampung Barat.

 

Lampung Barat memang memiliki keunikan tersendiri terkait dengan masuknya Islam. Belalau menjadi salah satu dari tiga pintu utama masuknya Islam di Lampung. Masuknya Islam di kabupaten terujung utara Lampung-Bengkulu itu juga melalui jalur laut.

Dari jalur darat, versi yang berbeda menyatakan Islam masuk di Lampung Barat dibawa seorang ulama yang bernama Umpu Belunguh sekitar abad ke-15. Konon kisah itu berdasar isi surat tua yang tertulis pada kitab yang terbuat dari kulit kayu, Umpu Belunguh datang dari Madinah. Sebelum masuk ke Lampung, Umpu Belunguh juga sempat menyebarkan Islam ke daerah lain, seperti Pagaruyung, Sumatera Barat, dan Batanghari serta Palembang, Sumatera Selatan. Akhirnya dia menjejakkan kakinya di daerah Belalau.

Pada area permakaman itu terlihat sejumlah makam lain di sekeliling makam Syekh Aminullah. Kemungkinan makam-makam lainnya itu adalah murid dari ulama itu. Namun, makam-makam tersebut tidak terawat dan usang dimakan zaman. 

 

Setidaknya, kurang lebih tujuh belas tokoh strategis yang telah berjasa dalam syiar islamisasi di Bumi Ruwa Jurai (julukan Propinsi Lampung) ini. Dan salah satunya adalah Syeik Manula.

Beliau-beliau adalah sebagai berikut;

1) Sunan Gunung Jati.
2) Sayyid Maulana Malik Abdullah.
3) Syaikh Aminullah Ibrahim.
4) Ratu Menangsi.
5) Ratu Darah Putih.
6) Raden Intan II.
7) Al Habib Ali bin Alwi bin Abdurrahman Alaydrus. 
8) Tubagus Mahdum.
9) Tubagus Yahya.
10) Wali Samin bin Muhammad.
11) Tubagus Buang Gunung Kunyit.
12) Tubagus Ali Faqih.
13) Tubagus Sangkrah.
14) Syaikh Muhammad Nambihi.
15) KH Gholib.
16) KH Ahmad Hanafiah. Dan,
17) Pamutokh Agung. 

Selain itu, di sekitaran terdapat masjid tertua dan bersejarah di Kota Bandar Lampung yang tertuang dalam SK No: Wh/2/SK/147/1997. Asal mula berdirinya Masjid Al Yaqin didirikan para perantauan masyarakat dari Provinsi Bengkulu yang tinggal di Tanjung Karang (sekarang Bandar Lampung) pada tahun 1883.

KH Ali Thasim adalah sosok yang berpengaruh dalam perkembangan syiar agama Islam dan perjuangan di Masjid Al Yaqin dan masyarakat setempat. Ia menjadi Panglima Hizbullah Tanjung Karang pada masa agresi Belanda I tahun 1946. 

Editor : Bisri Mustofa