Kades Karang Tinggi Bongkar Fakta di Balik Kegaduhan Proyek Kambing!

Kades Karang Tinggi Benteng, Zaipul Aripin. (Bengkulutoday.com/Franky Adinegoro)

Benteng, Bengkulutoday.com -- Kepala Desa Karang Tinggi, Kecamatan Karang Tinggi, Kabupaten Bengkulu Tengah, Zaipul Aripin, membantah keras tudingan bahwa program pengadaan kambing tahun 2024 di desanya gagal total dan terjadi praktik mark-up harga. 

Ia menegaskan bahwa seluruh kegiatan pengadaan 30 ekor kambing untuk program Ketahanan Pangan tahun itu telah dilaksanakan sesuai prosedur dan aturan yang berlaku.
 
“Kalau masalah tuduhan itu, bagi saya tidak masuk akal. Kami sebagai pemerintah desa menjalankan program ini sesuai dengan Rencana Anggaran Kegiatan (RAK),” ujarnya saat diwawancarai media ini, Sabtu siang, 10 Mei 2025.
 
Program pengadaan kambing tersebut, lanjutnya, memang menganggarkan harga Rp2 juta per ekor. “Itu harga sebelum dipotong pajak. Kambing yang diserahkan juga bukan jenis kacang, tapi sejenis Etawa atau Jawa Randu. Saat penyerahan ke kelompok, kondisinya sehat,” jelasnya.
 
Zaipul juga membantah jika disebut kambing mati dalam waktu singkat. “Laporan sakit dan mati baru muncul dua bulan setelah penyerahan. Kami lengkapi dengan berita acara dan dokumentasi,” tambahnya.
 
Terkait penjualan kambing oleh kelompok penerima, ia menegaskan bahwa langkah tersebut atas permintaan kelompok karena tidak sanggup lagi merawat. 

“Mereka minta dijual karena tidak sanggup lagi nyabit rumput. Sudah beberapa kali minta. Jadi kami ambil tindakan,” ujarnya.
 
Soal harga jual yang lebih rendah dari harga beli, Kepala Desa menjelaskan bahwa saat itu pasar kambing sedang lesu karena dijual pada bulan Ramadan. 

“Kondisi kambing juga tidak semua sehat, ada tiga ekor sakit. Itu yang menyebabkan harga jatuh,” katanya.
 
Hasil penjualan, menurutnya, dibagi dua: separuh untuk masyarakat dan separuh lagi untuk desa, yang kemudian ditransfer ke Bumdes untuk pengelolaan lanjutan di tahun 2025. 

“Karena dananya tidak bisa masuk kas desa, kami transfer langsung ke rekening Bumdes,” terang dia.
 
Terkait komitmen awal 3 kelompok untuk mengelola kambing dengan sistem bagi hasil 90% untuk kelompok dan 10% untuk desa tersebut, kepala desa mengakui tidak ada sanksi tertulis jika kelompok gagal menjalankan kewajiban.

Namun ia menyayangkan program yang sejatinya berkelanjutan itu tidak bisa dilanjutkan. 

“Harapan kami kemarin bisa berkembang sampai enam kelompok. Tapi kalau begini, kami tidak berani lagi. Ibarat melempar batu ke lubuk, hilang tanpa hasil,” tuturnya.
 
Ia juga memastikan bahwa program tersebut telah melalui pemeriksaan oleh berbagai instansi, termasuk BPKP Provinsi dan Inspektorat. 

“Sudah diperiksa fisik dan administrasi, termasuk ketahanan pangan. Tidak ada temuan bahwa program ini menyalahi aturan,” tegasnya.
 
Dengan bantahan ini, pemerintah desa berharap tidak ada lagi spekulasi liar yang menyesatkan publik terkait pelaksanaan program pengadaan kambing tersebut. (Franky)