Ketua Srikandi TP Sriwijaya Bengkulu Mengutuk Keras Kasus Ayah Kandung Setubuhi Anaknya

Destita Khairilisani

Bengkulutoday.com - Kekerasan seksual kembali lagi terjadi di Bengkulu. Seorang anak perempuan berusia 14 tahun  dipaksa  melayani ayahnya  (HH)  yang  berusia  37  tahun  di  Kota  Bengkulu. Pemerkosaan terhadap darah dagingnya sendiri dilakukan oleh pelaku pada saat istrinya pergi  arisan pada  tanggal 4  Agustus 2022  lalu.  Peristiwa  ini  menunjukkan  bahwa Bengkulu masih belum lepas dari situasi darurat kekerasan seksual dengan korbannya adalah anak-anak usia sekolah.

Ketua Pengurus Daerah Srikandi Tenaga Pembangunan Sriwijaya  Provinsi Bengkulu, Apt.  Destita Khairilisani, S.Farm, MSM, mengecam dan memprihatinkan kasus kekerasan ini masih terjadi. “Kami prihatin sekali atas peristiwa ini. Kita Indonesia baru saja memiliki Undang-undang nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), tapi kejahatan seksual ini masih terus berlangsung di sini,” katanya.

Dua tahun lalu, Jaringan Organisasi Masyarakat Sipil Sumatera untuk Advokasi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual mencatat Provinsi Bengkulu menempati urutan ke-4 angka kekerasan seksual tertinggi di Pulau Sumatera. Dua organisasi peduli perempuan dan anak, Women Crisis Center (WCC) Cahaya Perempuan dan Yayasan Pusat Pendidikan Untuk Perempuan dan Anak (PUPA) mengingatkan bahwa kekerasan seksual di  Bengkulu sudah sangat memprihatinkan. Korbannya  bahkan  anak -anak dengan pelaku  juga  orang  terdekat mereka. Sampai dengan UU  TPKS  lahir,  kekerasan ini ternyata masih belum berakhir.

Srikandi Tenaga Pembangunan Sriwijaya provinsi Bengkulu ikut mengutuk peristiwa yang terjadi beberapa hari lalu itu. Sebagai organisasi yang memiliki concerns/ perhatian pada m asalah perempuan dan anak, kami mengutuk perbuatan bejat pelaku kekerasan seksual ini. “Binatang sekalipun tidak pernah tega memangsa dan memperkosa anak kandungnya,” ungkap Destita dengan sedih.

UU TPKS resmi berlaku pada bulan Mei 2022  lalu, untuk memastikan penghapusan kekerasan seksual di tanah air. Bengkulu menjadi sorotan karena banyak terjadi kasus kekerasan seksual.  Selain  itu  juga  terdapat  UU  Nomor  35  Tahun  2014  tentang Perlindungan Anak. Korban kekerasan seksual di Bengkulu banyak yang masih anak- anak. Seharusnya mereka mendapatkan perlindungan dari orang tuanya, bukan menjadi korban  kebejatan ayahnya sendiri. Peristiwa  pemerkosaan ayah  terhadap anak kandugnya ini membuktikan bahwa anak-anak masih rentan menjadi korban kekerasan seksual dari orang-orang terdekatnya. 

Berkaitan dengan peristiwa pemerkosaan HH terhadap anak kandungnya, Srikandi TP Sriwijaya Provinsi Bengkulu mememinta semua pihak untuk memberikan perhatian dan bersikap secara tegas:

Pertama, kepada UPTD PPA yang telah memberikan pelayanan dan pendampingannya, untuk perlu  terus memaksimalkan pelayanan. Kurang  maksimalnya pelayanan yang diberikan boleh jadi karena anggaran yang masih terbatas. Hal ini supaya untuk menjadi perhatian  anggota  anggota  dewan untuk  membantu dalam  hal  penganggaran agar pelayanan menjadi lebih optimal, misalnya untuk membantu trauma healing bagi korban secara berkesinambungan. Perempuan merupakan pembayar pajak paling besar, sehingga perempuan perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah secara khusus. Kita harus bersinergi bersam a, jangan sampai anak yang menjadi korban kehilangan masa depannya, karena itu perlu pendamping psikologis anak sehingga ia dapat tetap kuat menerima kondisi yang ia alami dan kembali tumbuh berkembang seperti anak-anak lainnya, serta tidak sampai memilihara trauma atas peristiwa yang ia alami. Pemerintah juga harus menyediakan rumah perlindungan sosial yang juga  rumah untuk proses pemulihan serta harus dilengkapi layanan psikolog yang memahami kekerasan seksual.

Pemerintah juga harus secara terus menerus memberikan pendidikan publik kepada masyarakat. Masyarakat harus tahu kemana harus melapor ketika terjadi kekerasan seksual di lingkungannya.

Kedua, masyarakat dan keluarga. Masyarakat seharusnya tidak lagi menganggap kekerasan seksual sebagai persoalan moral semata . Kekerasan seksual adalah sebuah bentuk kejahatan, karena itu pula lahir UU TPKS . Anak-anak korban kekerasan ini harus mendapatkan dukungan dari masyarakat, tidak boleh lagi anak penolakan dan anggapan bahwa korban kekerasan adalah kotor dan merupakan stigma. Justru masyarakat harus menciptakan rasa aman bagi anak-anak dan siapapun dari ke mungkinan mendapatkan segala macam bentuk kekerasan seksual. Ibu ibu harus paham, bisa jadi anggota keluarga ada yang tercandu pornografi yang menyebabkan lupa diri. Perlu kembali mengajarkan kepada anak bahwa tidak boleh di sentuh oleh siapapun, sekalipun oleh ayah kandungnya. Anak anak harus bisa melindungi diri sendiri. Ibu dan masyarakat dapat mengingatkan dan  mensosialiasikan kembali  lagu  yang  sering  di  ajarkan  dahulu “Sentuhan Boleh, Sentuhan Tidak Boleh”.

Demikian juga dengan keluarga terdekat korban, harus dapat menerima dan menguatkan si anak. Anak-anak korban kekerasan seksual membutuhkan dukungan serta penerimaan penuh dari orang-orang terdekat untuk keluar dari situasi trauma yang ia alami.

Masyarakat dan keluarga harus lebih peduli pada kekerasan seksual. Masyarakat harus peka terhadap segala situasi di sekelilingnya, dan menyadari kalau ada kejanggalan, tanda-tanda dari korban kekerasan seksual atau situasi yang memperlihatkan adanya kekerasan seksual, maka harus segera menyikapinya dengan tegas. Selamatkan korban dengan me ndampingi dan memberikan dukunga n penuh, segera melakukan proses hukum dengan melaporkan pelaku, dan bekerjasama dengan pihak berwajib. 
Memandang kekerasan seksual dan korbannya sebagai stigma adalah kekeliruan. Stigma itu adalah kekerasan seksual itu sendiri. Jauhkan korban dari stigma yang membuat korban  merasa dikucilkan,  dianggap  kotor,  dan  tidak  diterima  oleh  keluarga  dan masyarakat. Beri dukungan moral pada korban dan pastikan korban segera pulih dari traumanya sebagai korban sehingga penerimaan kembali oleh keluarga dan masyarakat sekitarnya akan membantu korban kuat menjalani hidupnya dengan lebih baik.

Meskipun pelaku adalah orang tua kandung atau keluarga terdekat, kejahatan seksual tidak  dapat  dimaklumi.  Proses  hukum  terhadap  pelaku  harus  tet ap  berlangsung. Hukuman yang berat akan memberikan efek jera dan menunjukkan pada publik bahwa kekerasan seksual adalah kejahatan dan ada hukumannya. Tidak ada toleransi.

Ketiga, organisasi masyarakat sipil. Kita semua mengapresiasi WCC Cahaya Perempuan dan PUPA,  dua organisasi yang  sudah berupaya  melakukan pendidikan publik  dan meningkatkan kesadaran atas situasi darurat kekerasan seksual dan ikut mendamping korban. Kita perlu mendorong lebih banyak organisasi masyarakat sipil yang berperan aktif dalam se gala upaya penghapusan kekerasan seksual.

Keempat, media massa. Harus diakui media massa memiliki jangkauan yang luas untuk menyampaikan informasi ke masyarakat. Pemberitaan yang memberikan perlindungan pada korban antara lain dengan melindungi identitas korban dan pengungkapan pelaku akan  ikut  memberikan pendidikan  pada  publik   bahwa  kekerasan seksual  adalah kejahatan yang harus dihapuskan.

Kelima, Tokoh agama dan para ulama untuk turut serta secara terus menerus, misalnya pada khutbah Jumat mengingatkan untuk hubungan yang baik dalam keluarga, ayah bertanggung jawab dan melindungi keluarga, perbuatan dosa dengan terjadinya kekerasan seksual dalam keluarga, adanya risiko  kehancuran nasab dengan adanya kejadian incest yang sampai menyebabkan kehamilan.

Keenam, Aparat Penegak Hukum (APH). Setiap kasus kekerasan seksual harus diproses secara tegas, apalagi  yang  meliba tkan  anak sebagai korban  harus. UU  TPKS,  UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), dan UU Perlindungan anak adalah instruman hukum yang lahir karena kasus -kasus khusus. Karena itu, APH harus menggunakannya dengan lebih efektif untuk memastikan hukum berlaku dengan baik.

Kerjasama semua pihak,  pemerintah, masyarakat, media massa, tokoh  agama dan organisasi masyarakat sipil  mutlak dibutuhkan dalam upaya  penghapusan kekerasan seksual. Pengurusan Daerah Srikandi TP  Sriwijaya  provinsi Bengkulu mengapresiasi upaya  upaya  yang  telah  dilakukan  hingga  saat  ini  dan  mendorong  untu k  lebih meningkatkan dan Srikandi TP  Sriwijaya  Provinsi  Bengkulu siap  bersine rgi dengan semua pihak  dalam upaya  penghapusan Kekerasan terhadap perempuan dan anak, khususnya kekerasan seksual.