Jakarta, Bengkulutodahy.com - Putusan Mahkamah Konstitusi pada tanggal (15/08/2023) tentang kampanye pemilu dalam lingkup pendidikan menjadi blunder bagi keberlangsungan masa depan demokrasi di Indonesia. Hal ini berawal dari uji materi UU No. 7 Tahun 2017 tentang pemilu pasal 280 ayat 1 huruf h yang melarang aktivitas kampanye di tempat ibadah, pendidikan dan fasilitas pemerintah. Isi pasal tersebut di ubah dengan dalih boleh melakukan kampanye di tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dan tanpa menggunakan atribut kampanye.
Hal ini lantas berpotensi menimbulkan konflik interes dan memperburuk ekosistem pendidikan. Menurut Ubaid Matraji kepada media medcom.id, bahwa beberapa kasus pengangkatan kepala sekolah dan rector telah memperburuk integritas pendidikan.
Putusan yang kontra produktif ini bisa menjadi peluang untuk memberikan hegemoni politik praktis terutama untuk memobilisasi massa kampus yang tidak sedikit ditambah persinggungan pejabat kampus dengan beberapa peserta pemilu bukanlah hal yang baru, sehingga konflik kepentingan sangat berpotensi terjadi dan akan berdampak pada pola berfikir generasi muda yang mungkin masih minim pemahaman terkait pola perpolitikan yang tidak jelas di negara ini.
"Begitu pun pada lingkup sekolah yang rata-rata adalah pemilih pemula sangat rentan untuk di mobilisasi dengan berbagai iming-iming yang tidak mereka sadari. “ruang pendidikan seharusnya menjadi wadah yang netral terhadap kepentingan politik justru menjadi ladang suara yang tidak sehat” pungkas dewan pakar FSGI dalam media Nasional.tempo.com.
Ormas Muhammadiyah pun juga menolak putusan ini sebab lagi-lagi ruang pendidikan adalah ruang yang netral terhadap kepentingan public/politik, sebagaimana yang di ungkapkan oleh sekretaris umum PP Muhammadiyah. “walaupun diperbolehkan, lembaga pendidikan Muhammadiyah akan sangat berhati-hati bahkan tidak memberikan izin kampanye di kampus” pungkas Abdul Mu’ti.
"Seharusnya pemerintah lebih jeli lagi dalam melihat ruang public mana saja yang boleh menjadi tempat menyalurkan aspirasi politik mengingat indeks demokrasi kita yang tidak menunjukkan curva yang positif apalagi harus terjung pada generasi muda yang nantinya akan mendominasi pemilih di tahun 2024 nanntinya," ungkap Direktur Dewan Pengurus Pusat Ilham.
Lanjut Ilham, perlu juga menjadi sorotan, agar konsentrasi kita tidak lepas dari respon penyelenggara pemilu termasuk KPU dan Bawaslu bahkan DKPP sekalipun.
Ilham menegaskan bahwa KPU secara teknis perlu merumuskan suatu pedoman Kampanye di lingkungan pendidikan agar hegemoni yang dimaksud diatas dapat teratasi, kekhawatiran kita pun jika terjadi dominasi bagi peserta pemilu yang punya hubungan kekerabatan dengan penanggungjawab tempat pendidikan yang nantinya akan memberi izin kampanye kepada segelintir orang saja, sehingga prinsip perlakuan yang sama kepada peserta pemilu tidak dapat diwujudkan. KPU juga penting untuk menentukan syarat bagi sekolah atau perguruan tinggi untuk mengeluarkan izin kampanye.
Sedangkan Bawaslu, disinyalir akan berpotensi membludak laporan tindak pidana pemilu pada tahapan kampanye salah satunya adalah kampanye ditempat pendidikan, secara logika dengan menghitung jumlah pendidikan baik sekolah maupun perguruan tinggi itu dengan jumlah personil Bawaslu tidak akan mungkin Bawaslu bisa menjangkau semua aktivitas kampanye ditempat pendidikan itu, apalagi memastikan misalnya apakah mereka membawa atribut atau tidak?.
Dan DKPP, asumsi yang memungkinkan akan muncul ditengah masyarakat adalah dugaan penyelenggara Pemilu baik KPU ataupun Bawaslu yang tidak memberi perlakuan yang sama bagi peserta pemilu yang merupakan implikasi dari ketidakcermatan putusan MK sebagaimana disebut diatas, sehingga akan banyak aduan pelanggaran etik yang akan dilaporkan ke DKPP, sehingga sebagai mitigasi awal selayaknya DKPP mengundang KPU dan Bawaslu untuk membahas bersama Persoalan ini.
"Pada intinya bahwa apabila penyelenggara pemilu KPU, Bawaslu, dan DKPP tidak segera melakukan mitigasi terhadap situasi diatas, gugurlah keyakinan kita untuk menikmati demokrasi yang bermartabat," tutup Muhammad Asdar Prabowo yang juga DPP FDM.