Pakar Desak Pemerintah Perketat Pengawasan Makanan Program Makan Bergizi Gratis

Wagub Bengkulu saat meninjau pelaksanaan program makan bergizi gratis.

Bengkulutoday.com - Meski digadang sebagai solusi pemenuhan gizi pelajar nasional, Program Makan Bergizi (MBG) menghadapi tantangan serius usai sejumlah insiden keracunan makanan mencuat ke publik. Sejak diluncurkan 6 Januari 2025 lalu, program ini telah menjangkau jutaan siswa, namun juga menuai polemik terkait kualitas pangan, tata kelola, hingga ketimpangan anggaran.

Presiden Prabowo Subianto mengklaim bahwa program MBG telah menjangkau lebih dari 3 juta penerima manfaat hingga awal Mei 2025. Ia menepis anggapan bahwa insiden keracunan yang terjadi mengindikasikan kegagalan program.

“Hari ini memang ada yang keracunan, yang keracunan sampai saat ini dari 3 koma sekian juta, kalau tidak salah di bawah 200 orang,” ujar Prabowo dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (5/5/2025).

Presiden bahkan menyebut bahwa tingkat keberhasilan program mencapai 99,99 persen, dengan perbandingan kasus keracunan yang hanya 0,005 persen dari total penerima manfaat.

“Yang rawat inap hanya 5 orang. Jadi bisa dikatakan yang keracunan atau yang perutnya nggak enak sejumlah 200 orang, itu 200 dari 3 koma sekian juta kalau tidak salah adalah 0,005 persen. Berarti keberhasilannya adalah 99,99 persen,” tambahnya.

Namun, pernyataan tersebut tak berselang lama dari peristiwa keracunan massal di Bogor yang menimpa lebih dari 200 siswa. Sebanyak 30 siswa bahkan harus menjalani perawatan intensif, menandakan bahwa persoalan mendasar dalam pengelolaan pangan MBG belum sepenuhnya teratasi.

Rantai Pangan yang Rentan dan Kurangnya Standar

Beberapa pakar menyoroti bahwa sistem keamanan pangan nasional belum siap menopang skala besar program seperti MBG. Dietisien dari RSA UGM, Leiyla Elvizahro, mengungkap bahwa proses distribusi makanan yang tidak sesuai prosedur menjadi salah satu sumber utama risiko.

“Kalau makanan disimpan lebih dari empat jam tanpa penghangat atau pendingin, risiko pertumbuhan bakteri akan meningkat drastis,” jelas Leiyla, Rabu (14/5/2025).

Senada, dr Dicky Budiman dari Universitas Griffith Australia menegaskan pentingnya sertifikasi dan inspeksi berkala terhadap penyedia makanan.

“Hanya penyedia makanan yang telah bersertifikat resmi keamanan pangan yang dapat bergabung dalam program ini,” ujar anggota PB IDI tersebut.

Ia menambahkan bahwa pemerintah perlu membentuk sistem pengaduan yang mudah diakses, termasuk hotline dan posko manual, agar masyarakat dapat melaporkan permasalahan secara langsung.

Kompensasi Korban dan Tindakan Korektif

Sebagai bentuk tanggung jawab, Badan Gizi Nasional (BGN) menyatakan siap menanggung biaya pengobatan korban keracunan melalui kerja sama dengan Puskesmas.

“Yang menjadi korban, diberikan asuransi untuk membayar biaya kesehatannya. Kita bekerja sama dengan Puskesmas (menanggung) seluruh biaya pengobatan itu oleh BGN,” ujar Deputi Sistem dan Tata Kelola BGN, Tigor Pangaribuan (13/5/2025).

Tak hanya itu, BGN juga menjatuhkan teguran keras kepada Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) terkait dan memberikan pelatihan tambahan bagi petugas penjamah makanan di 1.071 titik SPPG di seluruh Indonesia.

Kendala Pembiayaan dan Isu Tunggakan

Program yang awalnya disebut ambisius ini juga terkendala pembiayaan. Salah satu mitra MBG di Kalibata bahkan melaporkan Yayasan MBN ke polisi setelah tidak mendapatkan pembayaran sebesar hampir Rp 1 miliar atas 65.025 porsi makanan yang telah disediakan.

Kasus tersebut kini masih bergulir di Polres Metro Jakarta Selatan sejak dilaporkan pada 10 April 2025.

Di sisi lain, Kepala BGN Dadan Hindayana mengusulkan tambahan anggaran hingga Rp 50 triliun untuk mengoptimalkan pelaksanaan program bagi 82,9 juta penerima manfaat. Padahal, dari anggaran Rp 71 triliun yang dialokasikan, realisasi hingga Mei 2025 baru menyentuh angka 3,36 persen.

“Jadi Badan Gizi memiliki anggaran Rp 71 triliun dan sampai hari ini kita baru bisa menyerap Rp 2,386 triliun,” ungkap Dadan dalam RDP dengan Komisi IX DPR RI (6/5/2025).

Manfaat Ekonomi dan Ancaman Pemborosan

Meski penuh kritik, BGN tetap menyoroti dampak positif program MBG terhadap penciptaan lapangan kerja. Tigor Pangaribuan menyebut 30 ribu unit SPPG akan dibuka dengan kebutuhan 90 ribu tenaga profesional, terdiri dari ahli gizi, kepala unit, dan akuntan.

“Jadi satu ahli gizi per satuan pelayanan, berarti 30 ribu ahli gizi nanti. Jadi 90 ribu lapangan pekerjaan bagi sarjana kita yang fresh graduated hari ini,” ujarnya dalam diskusi publik di Jakarta Pusat (10/5/2025).

Namun, ekonom dari FEB UGM, Wisnu Setiadi Nugroho, mengingatkan bahwa program ini berpotensi menimbulkan pemborosan jika tidak diarahkan dengan tepat. Dengan cakupan universal, anggaran besar yang tidak diimbangi pengawasan dan akuntabilitas bisa menekan sektor penting lain seperti pendidikan dan kesehatan.


Program Makan Bergizi yang digulirkan pemerintah membawa semangat besar untuk menyejahterakan siswa dari sisi gizi. Namun, tantangan implementasi seperti keracunan, lemahnya pengawasan pangan, hingga tunggakan pembayaran menjadi titik krusial yang perlu segera ditangani. Evaluasi menyeluruh diperlukan agar program ini tidak hanya masif secara angka, tetapi juga kuat dalam mutu dan berkelanjutan secara sistem. Informasi menarik lainya silahkan berkunjung ke link berikut ini : https://incaberita.co.id/bill-gates-tiba-di-indonesia/