Patung Fatmawati Soekarno, Bagaimana Menurut Hukum Islam?

Fatmawati

Bengkulutoday.com - Akan dipasang sebuah monumen berbentuk patung Fatmawati di simpang lima Ratu Samban Kota Bengkulu. Patung Fatmawati akan menggantikan patung kuda yang sebelumnya bertengger di pusat Kota Bengkulu itu. Saat ini, patung kuda telah dicopot, sedangkan patung Fatmawati sedang dalam proses pengerjaan.

Dalam tulisan ini, dikutip pendapat dari Muhammadiyah melalui putusan Majelis Tarjihnya dan pendapat Ketua Umum PBNU, Prof Dr KH Said Aqil Siroj, serta ahli tafsir Prof Dr KH Quraish Shihab.

Pandangan Muhammadiyah

Dalam sebuah artikel di Suaramuhammadiyah.id, dalam rubrik tanya jawab, seorang kader Muhammadiyah bertanya tentang hukum membuat patung dan melukis. 

Menjawab itu, dikutip dari himpunan putusan tarjih halaman 281, disebutkan hukum terhadap gambar termasuk juga patung berkisar kepada 'illa (sebabnya), yaitu ada 3 macam:

1. Untuk disembah, hukumnya haram berdasarkan nash.
2. Untuk sarana pengajaran hukumnya mubah.
3. Untuk perhiasan ada dua macam: pertama, tidak dikhawatirkan mendatangkan fitnah, hukumnya mubah; kedua, mendatangkan fitnah ada dua macam: yang pertama, jika fitnah itu kepada maksiat hukumnya makruh, dan jika fitnah itu kepada musyrik hukumnya haram. 

Kutipan lengkapnya dapat dibaca di suaramuhammadiyah.id dengan judul: TANYA JAWAB AGAMA, Hukum Membuat Patung Dan Melukis

Pandangan NU

Sementara menurut pandangan Nahdlatul Ulama yang disampikan oleh KH Said Aqil Siroj, melukis manusia dan binatang diharamkan ketika Islam sedang tumbuh di zaman masyarakat Arab menyembah berhala. Diharamkan demi menjaga akidah masyarakat yang baru masuk Islam dari ingatan dan kebiasaan masa sebelumnya yang menyembah berhala. 

“Alhukmu yadduru ma’a illatihi, hukum itu ditentukan dengan faktor sebabnya. Mengapa lukisan manusia atau binatang haram? Karena orang Arab atau sahabat baru saja meninggalkan zaman penyembahan berhala,” jelas Kiai Said.

Ketika Kiai Said ditanya jika sebabnya itu telah hilang, apakah berarti saat ini melukis manusia dan binatang dibolehkan? “Ya, iya, iya,” jawabnya dengan tegas. “Hadits yang melarang lukisan itu memang ada, tapi konteksnya waktu itu, baru saja meninggalkan pengkultusan terhadap berhala. Nah, sekarang tidak ada lagi illat itu,” jelasnya.  

Menurut Kiai Said, lukisan adalah bagian dari kegiatan kebudayaan. Dan budaya sangat penting untuk menunjang agama. 

“Budaya harus dijadikan sebagai infrastruktur agama. Jangan dibalik agama untuk budaya, untuk ekonomi, untuk kepentingan politik. Budaya untuk agama itu yang benar. Makanya budaya perlu diperkuat,” jelas Prof Dr KH Said, dikutip dari laman Nu.or.id, dengan judul: Kiai Said: Melukis Manusia dan Binatang Tidak Haram.

Patung menurut Prof Dr Quraish Shihab

Menurut Quraish Shihab, pembuatan patung yang dibuat pada masa lalu terdapat perbedaan atau memiliki maksud yang berbeda dengan patung yang dibuat pada masa kini.

Pada dasarnya, Pakar Tafsir lulusan Al-Azhar itu tidak mengesampingkan akan adanya hadis-hadis yang melarang menggambar dan mematung, apalagi mahluk hidup.

Namun, jelasnya lagi, perlu dipahami bahwa ada prinsip dalam ajaran agama Islam yang perlu dipahami. Pertama, ada kalanya hukum bisa berkaitan dengan ibadah, dan ada kalanya berkaitan dengan non ibadah.

“Kalau ibadah, tidak bisa diubah sama sekali, tidak bisa dilakukan kecuali ada perintah. Kalau non ibadah boleh dilakukan selama tidak ada larangan. Yang non ibadah itu juga ditinjau, mengapa dilarang?,” jelasnya.

Kedua, hukum itu tergantung dengan illat (sebab) nya. Jika illat tetap ada maka hukum tetap ada.

Dalam sebuah hadist disebutkan: “Hukum itu berputar bersama illatnya dalam mewujudkan dan meniadakan hukum”

“Kemudian, jika sebab pelarangan tersebut masih ada sebabnya, maka hukum tetap berlaku. Kalau sudah tidak ada sebabnya maka bisa berubah hukumnya,” katanya lagi.

Adapun menurut para ulama, sebab patung pada zaman dulu dilarang oleh Nabi karena patung dulu dibuat untuk disembah menjadi berhala, sebagai tempat pemujaan dan lain sebagainya.

Sehingga pada masa sekarang, apabila patung itu dibuat tetap untuk tujuan menyembah atau disembah orang, maka tetap tidak boleh.

Akan tetapi, jelas penulis Tafsir Al-Misbah tersebut, kalau tujuannya untuk seni dan sebagai pengingat akan jasa-jasa seseorang serta bukan untuk disembah, maka menjadi boleh-boleh saja.

Selama tujuannya berkarya, mengekspresikan seni bahkan mengingatkan orang yang menikmati seni akan kebesaran Allah justru boleh. “Kalau kita lihat di Jakarta ada patung Jenderal Sudirman itu membantu kita mengingat bahwa tokoh ini orang berjasa, orang yang wajar ditiru kepahlawanannya,” kata Quraish Shihab.

Adapun yang tidak diperbolehkan membuat patung telanjang yang bisa merangsang syahwat. Alasan tidak dibolehkan karena patung itu (dibuat) dengan tujuan bertentangan dengan nilai-nilai agama dan moral. 

Pernyataan Quraish Shihab ini dapat dilihat lengkap di Bincangsyariah.com dengan judul: Hukum Membuat Patung Menurut Quraish Shihab.

(**)