Pemindahan IKN Dalam Perspektif Maqashid Syariah

ilustrasi IKN

Oleh: Apdila Nispa  Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Bengkulu

Pemindahan ibukota Negara dari Jakarta ke Kalimantan telah resmi ditetapkan dengan diundang kan nya Undang - undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara. Ibu Kota Indonesia yang baru ini diberi nama Nusantara sebagaimana tertuang dalam pasal 1 butir 2 Undang undang tersebut. Pemerintah berdalih alasan kenapa ibu kota perlu dipindahkan, dan kenapa ke Kalimantan Timur, telah diobral.

Mulai dari tidak memadain ya syarat kelayakan kota Jakarta sebagai situs kantor-kantor pusat pengurus negara, soal udara bersih, air bersih, transportasi, dan kepadatan penduduk, besarnya risiko bencana untuk Jakarta dibandingkan dengan Kalimantan Timur, pentingnya memiliki ibu kota negara yang berada ditengah wilayah kepulauan, hingga pengaruhnya untuk menaikkan laju pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pertumbuhan keluar dari Jawa menuju Kalimantan 1.

Sebelumnya pemindahan dan pembangunan Ibukota Negara ini telah menimbulkan gejolak dan konflik dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, hal ini disebabkanoleh beberapa faktor, diantaranya yakni dilihat dari perspektif hukum, sosial, ekonomi, lingkungan dan Kemanusiaan. Dari sudut pandang hukum Ketatanegaraan sendiri Kebijakan ini dinilai kurang tepat sebab kebijakan Ini juga jauh dari Prinsip Asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB), padahal Menurut Indroharto AUPB merupakan bagian dari hukum positif yang berlaku dan merupakan norma bagi perbuatan - perbuatan administrasi Negara, disamping norma hukum tertulis dan tidak tertulis2 .

Keputusan pemindahan Ibu Kota Negara ini juga diambil ditengah merosotnya perekonomian nasional yang sedang tertekan hingga minus -6,13% pada bulan Agustus 20203 , kondisi negara yang tengah dilanda pandemi4 covid 195 , hingga tingginya hutang luar negeri indonesia yang mencapai 413,6 miliar dolar AS pada akhir Januari 2022 6 dan naik pada Maret 2022 menjadi Rp7.052,5 triliun.

Nominal tersebut bertambah 0,5% atau Rp37,92 triliun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar Rp7.014,58 triliun7 . Sementara Presiden Jokowi mengungkapkan total kebutuhan dana untuk membangun ibu kota baru yakni sebesar Rp466 triliun8 , hal ini tentu akan menjadi beban yang berat bagi bangsa dan dapat mengancam stabilitas perekonomian dan keuangan Nasional Negara Indonesia. Dalam konsep Maqasyid Syariah sendiri problematik kebijakan pemindahan dan pembangunan Ibu Kota Negara ini merupakan bagian dari ruang lingkup Maslahah Mursalah yang menurut Al-Ghazali menurut makna asalnya berarti menarik manfaat atau menolak mudharat/ hal-hal yang merugikan 9 .

Jika melihat dari tujuan yang di telah dipaparkan oleh Pemerintah, Kebijakan pemindahan Ibu Kota Negara ini tentu adalah untuk kebaikan, guna meningkatkan perekonomian, meningkatkan kualitas hidup masyarakat serta menstabilkan transportasi. Namun jika kita menelaah lebih dalam lagi perlu kita pertanyakan maksud terselubung dari kebijakan ini jika melihat pertimbangan dari data yang telah penulis paparkan, belum lagi fakta bahwa nama-nama yang berpotensi menerima manfaat proyek tersebut adalah para elit politik nasional dan lokal serta keluarganya, proyek pembangunan IKN ini tentu menjadi sasaran empuk bagi para rezim Korup.

Kerusakan energi dan lingkungan akibat pembangunan industri pun telah menanti jika proyek ini di jalankan tanpa ada perhitungan yang matang. Sehingga jika berpijak dari konsep Maqashid Syariah Kebijakan ini tidaklah tepat dan perlu ditolak jika tidak ada perbaikan kedepannya.