Jakarta, Bengkulutoday.com - Dalam beberapa bulan terakhir, tingkat polusi udara di Kota Jakarta semakin meningkat, menjadikannya salah satu kota paling berpolusi di dunia. Dampaknya terasa dengan drastisnya peningkatan kasus penyakit saluran pernapasan (ISPA).
Presiden Joko Widodo bahkan pernah mengalami batuk pilek selama dua minggu, diduga akibat kualitas udara yang buruk di Kota Jakarta. Polusi udara ini tidak bisa dilepaskan dari dampak hilir sektor transportasi, serta pemicu lainnya di sektor energi.
Menyikapi fenomena ini, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyelenggarakan dialog publik daring dengan tema "Sinergitas Sektor Transportasi dan Energi dalam Pengendalian Pencemaran Udara di Kota Jakarta" pada Kamis, 16 November 2023.
Dialog ini melibatkan narasumber seperti Dirjen Pengendalian Pencemaran Udara KLHK, General Manager PLTU Suralaya Indonesia Power, Ketua KPPB, dan Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi. Dialog publik ini diikuti oleh sekitar 150 peserta dan mendapatkan tanggapan dari berbagai pihak, termasuk Dinas DKI, influencer, tokoh masyarakat, dan media massa. Acara ini disiarkan secara live oleh Radio KBR, serta ratusan jaringan radio daerah dan radio komunitas.
Dalam diskusi tersebut forum melihat pencemaran udara di Kota Jakarta menjadi perhatian serius karena mengancam kesehatan dan memiliki dampak ekonomi yang signifikan, terutama pada penyakit tidak menular seperti jantung koroner, hipertensi, dan diabetes, menurut Dinkes DKI Jakarta.
Upaya pemerintah untuk mencapai kebijakan nett zero emission hingga 2060 harus sejalan dengan pengendalian pencemaran udara. Produksi emisi gas buang dari energi fosil, terutama dalam sektor hilir seperti transportasi, bisnis, dan industri, harus diatasi melalui kebijakan yang gradual dan sistematis.
"Penting untuk diingat bahwa masalah polusi udara bukanlah hal yang sepele. Studi menunjukkan bahwa kerugian sosial ekonomi akibat pencemaran udara mencapai minimal Rp 28,5 triliun per tahunnya," ujar Tulus.
Diungkap Tulus sektor transportasi, menjadi kontributor terbesar dengan persentase mencapai 45%. Hal yang tak boleh dilupakan adalah adanya PLTU yang mengepung Kota Jakarta, yakni PLTU di area Banten, Provinsi Jabar, dan PLTU di Jakarta. Diduga kuat banyak PLTU Swasta yang digunakan utk sektor industri dan bisnis yang belum tersertifikasi proper (ramah lingkungan) dari KLHK.
Oleh karena itu, dalam dialog disepakati adanya langkah-langkah strategis dan perlu dilakukan antara lain:
1. Memperkuat Peran Angkutan Publik: Integrasikan angkutan publik masal di Kota Jakarta, termasuk infrastruktur dan sistem tiket, untuk mendorong migrasi dari kendaraan pribadi ke angkutan umum seperti Transjakarta, Commuter Line, MRT Jakarta, LRT Jabodetabek, dan LRT Jakarta.
2. Memberikan Insentif untuk Kendaraan Pribadi: Terapkan kebijakan jalan berbayar, tarif parkir tinggi, bahkan tarif tol dalam kota yang lebih tinggi.
3. Mendorong Penggunaan Bahan Bakar Ramah Lingkungan: Dorong penggunaan bahan bakar ramah lingkungan dengan oktan sesuai standar Euro 2, baik untuk kendaraan roda dua maupun roda empat.
4. Penggunaan Kendaraan Listrik: Dorong penggunaan kendaraan listrik, baik untuk kendaraan pribadi maupun angkutan umum, untuk mengurangi emisi gas buang di sisi hilir.
5. Wajib Lulus Uji Emisi: Terapkan konsisten dan meluas uji emisi bagi kendaraan bermotor pribadi di Jakarta, dengan sanksi bagi yang tidak lulus uji, termasuk tarif parkir progresif.
6. Jenis BBM yang Ramah Lingkungan: Jakarta sebaiknya menerapkan jenis BBM ramah lingkungan untuk kendaraan pribadi, dengan menghapus pertalite dan mewajibkan penggunaan BBM dengan RON92.
7. Dukungan terhadap Pertamax Green: Dukung wacana PT Pertamina untuk membuat jenis BBM seperti Pertamax Green pada 2024 dengan RON 95, dengan mengkonversi subsidi BBM untuk pertalite menjadi subsidi pertamax dan pertamax green.
8. Audit Keberadaan PLTU: Desak KLHK untuk melakukan audit ulang terhadap PLTU di Jakarta, Banten, dan Jabar, terutama yang digunakan oleh sektor industri dan bisnis yang belum tersertifikasi ramah lingkungan.
9. Penekanan pada Jenis BBM yang Ramah Lingkungan: Jakarta seharusnya berani menerapkan jenis BBM yang ramah lingkungan untuk kendaraan pribadi, sehingga emisi gas buang di Jakarta bisa turun signifikan. Era Gubernur Ahok, hal ini pernah diwacanakan. Ini bisa dilakukan dengan menghapus pertalite di Jakarta dan mewajibkan penggunaan BBM dengan RON92.
10. Dukungan terhadap Pertamax Green: Wacana PT Pertamina untuk membuat jenis BBM seperti Pertamax Green pada 2024, dengan RON 95, adalah hal yang baik dan patut didorong dan diapresiasi. Untuk mendukung dan percepatan jenis Pertamax Green, pemerintah bisa mengkonversi subsidi BBM untuk pertalite, dialihkan untuk subsidi pertamax dan pertamax green tersebut. Sebab bagaimana pun pertalite masih kategori Euro 1, yang masih tinggi emisinya, dan memicu polusi signifikan.
11. Edukasi dan Sosialisasi: Dari sisi sosialisasi dan edukasi, perlu dilakukan upaya yang lebih intensif, khususnya pada generasi muda. Survei YLKI menunjukkan bahwa pemahaman dan literasi masyarakat terkait dampak BBM terhadap lingkungan masih rendah. Bahkan dampak terhadap mesin kendaraannya sekalipun.
Jika kendaraan menggunakan jenis BBM yang tidak kompatibel dengan mesinnya, maka mesin kendaraannya akan rusak, dan pada akhirnya, konsumen akan mengalami kerugian finansial yang signifikan, bahkan bisa sampai bangkrut.
Dalam rangka mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat, pendekatan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat, khususnya generasi muda, menjadi hal yang esensial. Kesadaran terhadap dampak bahan bakar bagi lingkungan masih rendah, dan edukasi ini dianggap kunci untuk mencapai perubahan perilaku masyarakat. (Red)