Pertumbuhan Ekonomi Inklusif Bengkulu

ilustrasi republika

Oleh : Desmawati Damanik, ASN BPS Kabupaten Lebong

Bengkulutoday.com - Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bengkulu telah merilis data mengenai keadaan social ekonomi di Provinsi Bengkulu. Semua data mengenai indikator social ekonomi pada tahun 2021 mengalami perbaikan, dimana indikator ekonomi yang diwakilkan oleh pertumbuhan ekonomi tumbuh sebesar 3,24 persen dan tumbuh pada setiap kabupaten/kota, begitupun data mengenai indikator social, dimana semua kabupaten mengalami penurunan tingkat pengangguran dan kemiskinan dibandingkan tahun 2020. Jika kita melihat data-data tersebut ini secara tunggal (tanpa mengaitkan dengan data lain) maka kita dapat memaklumi pergerakan (menuju arah positif) pada persentase penduduk miskin, tingkat pengangguran, dan pertumbuhan ekonomi, karena pada tahun 2020 terjadi pandemi Covid-19 yang menyebabkan banyak orang kehilangan pekerjaannya dan jatuh pada jurang kemiskinan.

Namun, jika kita mengaitkan data kemiskinan, pengangguran, dan data pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bengkulu, maka kita akan menemukan keganjalan dimana pertumbuhan ekonomi tidak diikuti dengan penurunan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Dimana kabupaten/kota yang memiliki tingkat pengangguran terendah adalah Kepahiang dengan TPT sebesar 1,89 persen, dikuti dengan Rejang Lebong dan Bengkulu Selatan dengan TPT masing-masing sebesar 2,45 dan 2,55 persen. Sedangkan jika kita melihat jumlah persentase penduduk miskin terendah maka akan kita dapati tiga kabupaten/Kota berbeda yang menjadi kabupaten/kota dengan persentase penduduk miskin terendah, yaitu Bengkulu tengah dengan persentase kemiskinan sebesar 9,68 persen, diikuti dengan Bengkulu Utara, dan Muko-muko dengan persentase penduduk miskin sebesar 11,61 persen, dan 11,93 persen. Dan jika kita melihat pertumbuhan ekonomi maka akan kita dapati kota Bengkulu merupakan salah satu yang terbesar di Bengkulu, padahal sebelumnya kota Bengkulu selalu menjadi Kota di Provinsi Bengkulu yang menyumbang persentase penduduk miskin tertinggi dan tingkat pengangguran terbuka yang tertinggi pula.

Fenomena ini menjadi menarik karena data yang dikeluarkan oleh BPS Provinsi Bengkulu tidak sesuai dengan teori ekonomi yang menyatakan bahwa dengan adanya pertumbuhan ekonomi berarti terdapat peningkatan produksi sehingga menambah lapangan pekerjaan yang pada akhirnya akan mengurangi kemiskinan. Ahli Ekonomi Sukirno menyatakan, pertumbuhan ekonomi merupakan syarat keharusan (necessary condition) bagi pengurangan kemiskinan. Pernyataan yang sama juga dikeluarkan oleh  peneliti ekonomi, Siregar dan Wahyuniarti yang menyatakan pertumbuhan ekonomi merupakan indikator untuk melihat keberhasilan pembangunan dan merupakan syarat pengurangan kemiskinan.

Katidaksesuaian antara teori dan data ini tentu saja dapat menimbulkan perdebatan mengenai data BPS. Apakah BPS salah mengeluarkan data? atau memang ada penjelasan mengenai fenomena saat ini?.

Jenis Pertumbuhan Ekonomi

Secara umum, pertumbuhan ekonomi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pertumbuhan ekonomi inklusif dan pertumbuhan ekonomi eksklusif. Pertumbuhan inklusif sering dimaknai sebagai pertumbuhan ekonomi yang difokuskan pada penciptaan peluang ekonomi dan dapat diakses oleh semua (Ali dan Zhuang 2007). Menurut Chakrabarty (2009), pendekatan pertumbuhan yang inklusif mengambil perspektif jangka panjang. Oleh karena itu, pertumbuhan inklusif seharusnya bersifat inheren, berkelanjutan, serta mengurangi kesenjangan antara miskin dan kaya. Pertumbuhan inklusif memungkinkan setiap individu untuk berkontribusi dan mendapatkan manfaat dari pertumbuhan ekonomi. Sedangkan pertumbuhan ekonomi eksklusif adalah pembangunan ekonomi yang hanya terkonsentrasi dan menguntungkan sebagian kecil kelompok tertentu. Sehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak menjamin semua orang akan memperoleh manfaat yang sama. Pertumbuhan ekonomi eksklusif inilah yang diduga terjadi di Bengkulu.

Untuk mengetahui jenis pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada suatu daerah, terdapat dua cara yang dapat dilakukan, yaitu:  dengan cara memperkirakan jenis pertumbuhan dengan melihat indikator pertumbuhan inklusif (kemiskinan, ketimpangan)

Pertumbuhan Ekonomi Bengkulu

Selama tahun 2021, PDRB Bengkulu meningkat 3,24 persen dibandingkan tahun 2020. Namun, jika kita lihat lebih detail, maka akan kita dapati bahwa 33,3 persen dari PDRB Atas dasar Harga Konstan tersebut dihasilkan oleh masyarakat kota Bengkulu, 13,54 persen dihasilkan oleh Rejang Lebong, dan 11,71 persen dihasilkan oleh Bengkulu Utara. Sedangkan sekitar 41,5 persen lainnya dibagi pada tujuh kabupaten lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi ketimpangan pendapatan yang besar di Bengkulu. Ketimpangan yang besar ini mengindikasihkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Bengkulu belum bersifat inklusif.

Membangun Perekonomian Bengkulu yang Inklusif

Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Bengkulu masih belum bersifat Inklusif. Hal ini jugalah yang menjadi alasan mengapa pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota di provinsi Bengkulu pada tahun 2021 tidak dapat menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran. Lalu pertanyaan yang mungkin akan muncul berikutnya adalah, mengapa pertumbuhan ekonomi harus bersifat inklusif? Dan bagaimana cara agar pertumbuhan ekonomi dapat bersifat inklusif?. Berikut ini pendapat dari para pakar ekonomi mengenai pertanyaan tersebut.

Menurut Asean Development Bank (ADB), berikut merupakan beberapa alasan mengapa pertumbuhan perlu inklusif di antaranya: pertimbangan kesetaraan dan keadilan, pertumbuhan terdsitribusi dan inklusif di seluruh lapisan daerah; pertumbuhan dengan ketimpangan yang persisten dapat membahayakan kondisi sosial, ketimpangan dalam hasil dan akses yang berkelanjutan dapat mengganggu stabilitas politik dan struktur sosial.

Siwage Dharma Negara dalam Jurnalnya “Membangun Perekonomian Indonesia yang Inklusif dan Berkelanjuta” menyatakan terdapat beberapa cara untuk membangun perekonomian yang inklusif, yaitu : (1) diversifikasi sumber-sumber pertumbuhan (mengurangi  ketergantungan pada eksploitasi sumber daya alam), (2) menutup kesenjangan  pembangunan antara wilayah, (3) mempercepat  pembangunan infrastruktur untuk mendorong konektivitas dan biaya logistik  yang lebih rendah, (4) meningkatkan kualitas sumber daya manusia, (5)  mengelola urbanisasi, dan (6) mengatasi perubahan iklim. Penjelasan diatas mungkin juga dapat diterapkan di Bengkulu.