Prospek Bisnis CPO Kian Menjanjikan, Nusantara Sawit Sejahtera Segera Gelar IPO

Kebun Sawit

JAKARTA: PT Nusantara Sawit Sejahtera (NSS) berencana menggelar penawaran saham umum perdana (IPO) pada Kuartal IV tahun ini. Perusahaan sudah menunjuk tiga perusahaan sekuritas, yaitu Samuel Sekuritas, Mirae Asset Sekuritas Indonesia, dan BRI danareksa sebagai penjamin emisi.
 
Komisaris PT Nusantara Sawit Sejahtera, Dr. Robiyanto, mengatakan pihaknya menilai sekarang adalah waktu yang tepat untuk melepas saham kepada publik. Terutama melihat dari potensi kenaikan harga CPO menyusul kenaikan kebutuhan minyak nabati dunia. 
  
“Harga komoditas oke, Pemerintah melakukan berbagai perbaikan regulasi,  Perusahaan siap menjalankan tata kelola perusahaan yang baik. Ini menjadi dasar kami menggelar IPO,” jelasnya, dalam media briefing Prospek Industri Sawit Indonesia, di Jakarta, Jumat (8/10/2021). 
 
Di sisi lain, dari internal perusahaan ada kebutuhan modal untuk memperkuat kapasitas usaha guna memanfaatkan peluang bisnis di industri kelapa sawit yang sangat besar, yaitu menambah pabrik kelapa sawit (PKS) dan kegiatan penelitian dan pengembangan. 
 
“Untuk jumlah saham yang akan dilepas masih digodok terus. Kami perkirakan freefloat sekitar 40 persen. Kami membidik kapitalisasi pasar setelah IPO sudah mencapai Rp 4,1 triliun. Dana IPO diperkirakan Rp 1,6 triliun. Harga diperkirakan di sekitar Rp 122 hingga Rp 150 per saham,” tambahnya.

Dana hasil IPO akan digunakan untuk meningkatkan produktivitas lahan milik perkebunan, serta lahan petani sawit plasma di sekitar perusahaan. Robiyanto menilai, NSS perlu memperkuat riset dan pengembangan budi daya sawit. “Penelitian diperlukan untuk meningkatkan produktivitas lahan milik perusahaan juga milik petani rakyat di sekitar perusahaan. NSS berupaya meningkatkan produktivitas sawit nasional tidak hanya di kebun milik sendiri, tetapi juga tanaman petani yang saat ini selisihnya masih sangat jauh di bawah kebun perusahaan,” ujar Robiyanto.
  
“Keunggulan NSS adalah umur tanaman masih 7 tahun. Ini artinya lagi produktif dan masa produktifnya masih panjang. Ibaratnya sedang mekar-mekarnya. Kualitas CPO premium, serta lokasi premium karena dekat dengan bandara, pelabuhan dan perkebunan,” terangnya. 
 
Mengenai profil perusahaan, dia menjelaskan NSS didirikan pada tahun 2008 dengan lima lokasi perkebunan di Provinsi Kalimantan Tengah. Perusahaan fokus memproduksi Tandan Buah Segar (TBS), Minyak Sawit Mentah (CPO) dan Inti Sawit (PK) dengan standar kualitas tinggi.
 
Pada tahun 2021, NSS berhasil mencatatkan laba sebesar Rp 217 miliar / tahun dengan luas lahan inti NSS mencapai 26.597 ha dan lahan plasma 760 ha. Sedangkan dari sisi produksi tahunan, NSS mencatatkan hasil produksi 18 ton per ha untuk TBS dan 94.116 ton untuk produksi CPO.

Dalam menjalankan bisnis, NSS memiliki kepemimpinan kuat dan manajemen sumber daya manusia yang solid. Dalam mengelola perusahaan, NSS memenuhi sertifikat penerapan program lingkungan, sosial dan tata kelola (ESG) melalui program (ISPO dan RSPO). 
    
NSS juga mendukung dan menerapkan prinsip tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB/SDGs), antara lain mengentaskan kemiskinan, mendorong pertumbuhan ekonomi hingga upaya untuk ikut menjaga konservasi alam dan lingkungan. 

Harga CPO Masih Meningkat
 
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) PERHEPI, Prof Bustanul Arifin, mengatakan prospek industri kelapa sawit dalam perekonomian Indonesia masih besar bahkan pada saat pandemi Covid-19. 
  
Harga minyak sawit mentah tumbuh di luar perkiraan dalam beberapa bulan terakhir. Pada April 2019, harga minyak sawit masih di level Rp 6.750 per kg. sedangkan per 24 September 2021 sudah menyentuh Rp 12.951 per kg. Turunnya kepercayaan terhadap dollar juga memunculkan spekulasi yang memicu naiknya harga minyak sawit mentah.
 
“Dinamika sawit global masih akan terus terjadi. Indonesia harus lebih siap menjawab tantangan dari pasar Uni Eropa dengan memperkuat diplomasi. Dari dalam negeri, perlu dilakukan perbaikan perencanaan dan tata ruang wilayah dan hilirisasi, termasuk B30 yang sudah menaikkan harga CPO di dalam negeri,” paparnya. 
 
Di sisi lain, dia menilai pemerintah harus lebih gencar melakukan diplomasi, terutama kepada Uni Eropa, baik pada masa krusial pandemi Covid-19 dan kelak pascapandemi. Di dalam negeri, dia menilai pemerintah perlu membuka moratorium lahan kebun sawit. 
 
Di sisi lain, Bustanul mengatakan Indonesia jangan terkecoh dengan kampanye negatif yang mengatasnamakan lingkungan oleh kompetitor minyak nabati dunia. Alasannya, sawit adalah keunggulan komparatif yang tidak bisa diikuti oleh banyak negara.

“Justru Indonesia harus berjuang. Jangan hanya menjadi penguasa produksi, tetapi juga dari sisi perdagangan dunia. Sudah saatnya, pemerintah dan asosiasi memperjuangkan agar harga sawit internasional ditentukan di Indonesia, bukan Pasar Komoditas Rotterdam,” terangnya.
 
Indonesia sedang mendaftarkan diskriminasi Uni Eropa atas restriksi impor atas sawit Panel Sengketa ke WTO, dengan membawa fakta bahwa sawit paling efisien dari sisi penggunaan lahan dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. 
 
Dia menyebutkan luas lahan tanaman kelapa sawit hanya 6,6 persen dari total areal tanaman minyak nabati, tetapi produksinya mampu memenuhi 38,7 persen kebutuhan konsumen dunia. Sangat efisien, jika dibandingkan dengan kedelai yang menguasai 50 persen lahan, tetapi produksinya tidak sampai 20 persen dari total pasokan minyak nabati global. 
 
Luas areal kelapa sawit di Indonesia tahun 2020 adalah 16,5 juta hektare dengan produksi 51,6 juta ton. Dari angka itu, 41 persen merupakan kebun milik rakyat. Produktivitas CPO sawit rakyat rata-rata 3 ton per hektare, kebun swasta besar 4 ton per hektare dan kebun milik negara PTPN sebanyak 3,9 ton per hektare.

Sawit Aset Nasional

Sementara itu, Akademisi Institute Pertanian Bogor (IPB), Dr. Rachmat Pambudy, mengatakan pemerintah dan masyarakat harus dapat memastikan perlindungan terhadap keunggulan komparatif Indonesia. Kelapa sawit harus menjadi bagian dari aset nasional. 

“Keunggulan Komparatif Indonesia dari sawit sudah berhasil menjadikan Indonesia dapat bersaing di pasar internasional lebih dari 30 tahun terakhir sebagai penghasil minyak nabati terbesar di dunia,” terangnya.

Pengawasan pemerintah dan konsumen, telah membawa industri sawit terus melakukan perbaikan. Pelaku industri sawit juga telah diwajibkan mengikuti Perpres Nomor 44/2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO).
   
Regulasi sawit terus diperbaiki. Pelaku industri sudah mulai menerapkan ISPO atau RSPO sebagai standar bersama, sehingga produk CPO Indonesia juga lebih baik dan dipercaya konsumen. Langkah ini juga masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. *