Rakyat Melarat, Impor Garam Meningkat

ilustrasi

Oleh: Rosyati Mansur

Bengkulutoday.com - Ironi ditengah pandemi semakin melanda negeri ini. Kini Pemerintah Indonesia  kembali memutuskan untuk kembali membuka lebar-lebar peluang untuk impor garam. Sebagaimana yang disampaikan oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartsasmita, beliau mengatakan bahwa pada tahun 2021 ini sebanyak 3,07 juta ton garam akan didatangkan untuk industri ke Indonesia.

Ternyata “habis manis tinggal lah pahit” pada tahun  2014 pada saat Pilpres mantan Gubernur DKI Jakarta itu  menjanjikan  Pemerintahan akan mendapatkan swasembada garam secepatnya, dan terbukti pada tahun 2015 jumlah realisasi impor garam sempat menurun dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 1,864 juta ton atau senilai 79,8 juta dolar AS. Namun pada kenyataannya semua itu tidak bertahan lama, pada tahun 2016 impor garam kembali melonjak sebesar 2,143 juta ton, hingga tahun-tahun berikutnya terus mengalami peningkatan. Bahkan ditahun 2018 mencapai titik tertinggi yakni sebesar 2,839 juta ton senilai dengan 90,6 juta dolar AS. Pada tahun 2019 jumlah impor garam mengalami penurunan sebesar 2,595 juta ton. Meski begitu, jumlahnya seharga 95,5 juta dolar AS itu artinya lebih mahal dibandingkan tahun 2018 (kompas.com 27/09/2021).

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartsasmita menyampaikan alasan impor garam. Ada 4 industri yang boleh mendatangkan garam impor antara lain industri khlor alkali, aneka pangan, farmasi dan kosmetik, serta pengeboran minyak. Beliau mengatakan bahwa sektor industri lain diluar yang disebutkan diminta untuk menggunakan bahan baku garam hasil produksi dalam negeri. Beliau menambahkan bahwa saat ini jumlah produksi garam lokal baru mencapai 1,3 juta ton. Sehingga kebutuhan garam nasional tidak tercukupi oleh petani garam lokal, selain itu kualitas garam lokal tidak memenuhi standar industri. Oleh karena  itu, menurut beliau Pemerintah terpaksa harus mengimpor garam agar kebutuhan garam nasional terpenuhi (compas.com 25/09.2021).

Sebetulnya, bagaimanapun kondisinya Pemerintah seharusnya tidak perlu melakukan impor  garam, kondisi yang terjadi saat ini harusnya menjadi tanggung jawab Pemerintah.  Harusnya Pemerintah mengupayakan dengan maksimal, agar produksi garam lokal bisa meningkat dan berkualitas, bukan justru mengimpor dengan berbagai alasan. Ketika Pemerintah melakukan impor, Pemerintah sama saja melukai para petani garam.  Ketua Umum Himpunan Masyarakat Petambak Garam (HMPG) Muhamad Hasan mengatakan bahwa kuota impor 3,07 juta ton lebih besar dibandingkan dengan tahun lalu, yaitu sebanyak 2,7 juta ton. Sementara itu, stok garam dari petani dan hasil pengelolaan impor garam tahun lalu masih menumbuk. Hal tersebut mengakibatkan harga garam di pasaran anjlok karena barang tidak treserap oleh konsumen maupun industri.

Sungguh ironi sekali memang, kebijakan impor garam merupakan kebijakan yang salah. Bagaimana tidak, faktanya Indonesia merupakan Negara kepulauan yang  memiliki garis pantai yang sangat panjang, itu menujukan bahwa betapa banyaknya garam yang mampu diolah dari luasnya laut Indonesia. Namun pada kenyataannya terbalik, justru negara ini seolah berada di pegungungan yang tidak memiliki sumber penghasilan garam. Ternyata wacana tinggal lah wacana, swasembada garam hanyalah mimpi diatas awan.

“Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman”. Ternyata hanya sebats lirik lagu saja. Karena pada kenyataannya berlimpahnya kekayaan alam Indonesia sedikitpun tidak membuat rakyat didalam negeri ini hidup sejahtera, kakayaan yang berlimpah dibiarkan melimpah ruah tanpa pengelolaan, sekalipun dikelola itu semua diserahkan kepada para korporator. Jadi kesejahteraan yang sesungguhnya tidak bisa dirasakan di negeri yang kaya ini.

Sesbetulnya, jika memang pemerintahan benar-benar berniat untuk swasembada garam, tentu pemeritahan ini akan memaksimalkan menyediakan teknologi yang mampu mengolah garam dengan berbagai kualitas sesuai dengan standar nasioanal yang dibutuhkan oleh masyarakat. Tapi pada kenyataannya swasembada itu hanya sebatas uap udara saja yang tak nampak oleh mata. Akibatnya, hingga saat ini petani garam masih saja bergantung kepada cuaca yang ada. Pemerintah, dengan begitu mudahnya mengambil jalan pintas “impor”. Bukannya menyelesaikan masalah yang ada justru semakin menambah masalah baru.

Begitulah sejatinya jika Negara berjalan diatas kepentingan, asas yang mendasari adalah Kapitalisme “materi” jadi apapun yang terjadi yang penting adalah manfaat bagi yang menjalankan. Suara jeritan rakyat sudah tidak terdengar lagi, apalagi suara rakyat vs kepentingan korporasi maka semakin tertelan bumi lah suara rakyat yang sesungguhnya. Negara berdiri hanya sebagai regulator saja, aturan yang dibuat hanya untuk kepentingan para korporasi. Kepentingan rakyat berada dinomor sekian, bahkan tidak masuk kedalam list prioritas.

Ironinya hidup dibawah sistem Kapitalis-Demokrasi, hidup hanya untuk kepuasan para korporasi semata. Lalu adakah sistem yang hidup bukan untuk menghidupi para korporasi? Tentu saja ada,  yaitu Islam.  Pemerintahan yang dibangun berlandaskan Islam, keimana kepada Allah SWT akan selalu mengedepankan urusan rakyatnya. Karena kepemimpinan dalam Islam akan memandang bahwa rakyat yang ia pimpin adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban ketika di akhirat nanti.  

Negara yang berjalan tegak dengan asas Islam, akan hadir sebagai palayan (raa’in)  bagi rakyatnya dan perisai (junnah) yang akan melindungi nyawa rakyatnya. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah SWT “Imam (khalifah) raa’in (pengurus rakyat) dan dia bertanggungjawab terhadap rakyatnya” (HR. Ahmad Bukhari).

Didalam Islam segala sumber daya alam yang ada akan dikelola dengan maksimal untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Sekalipun harus mengimpor barang atau apapuan itu, aturan kebijakan impor yang dilakukan harus mengikui hukum Islam, baik antara pengimpor dengan yang memberi impor, begitupun dengan barang yang diimpor harus diperhatikan betul status barangnya bagaimana. Didalam Islam Negara tidak boleh memiliki hubungan perdaganagan dengan negera yang memerangi Islam.

Ketika kebijkan impor dilakukan, tentu semata-mata bukan karena intervensi atau adanya keterikatan perjanjian dengan pihak manapun, tetapi karena memang – memang betul karena ada kebutuhan untuk memenuhi hak-hak rakyatnya. Kemudian, pemimpin dalam Islam tidak akan mudah untuk mengambil kebijkan impor barang, apalagi yang berhubungan dengan kebutuhan pokok rakyatnya. Karena ia tau ketika suatu Negara menggantungkan kebutuhan pangan pada Negara lain, maka akan mudah bagi pihak asing tersebut untuk menggugah pertahanan dan kedaulatan Negara. Negara justru akan mengalami kelumpuhan ketika pasokan pangan tersebut dihentikan.

Maka sudah saatnya umat ini menghapus kepercayaan kepada sistem Kapitalis-Demokrasi. Saatnya umat ini meninggalkan sistem kufur yang menyakitkan. Saatnya umat pindah kepada sistem yang terintegrasi antara aqidah, kehidupan pemerintahan, perdagangan, hingga politik luar negeri, semuanya diatur dengan asas yang benar yaitu islam. Hanya islam yang mampu memberikan kesejahteraan atas seluruh kehidupan umat manusia, dan hanya islam yang memiliki aturan yang kompleks untuk mengatur kehidupan seluruh umat manusia. Dengam syariat Islam kemaslahatan hidup dunia akhirat akan dirasakan.