Jakarta, 1 Januari 2025
Salam Sejahtera, Hidup Mahasiswa, Hidup Rakyat Indonesia!
Pada awal tahun 2025, pemerintah Indonesia resmi memberlakukan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) sebesar 12% sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Republik Indonesia
Nomor 131 Tahun 2024. Kami merasa perlu menyampaikan beberapa poin penting terkait dampaknya terhadap masyarakat, khususnya mahasiswa sebagai generasi muda yang peduli terhadap keadilan sosial dan ekonomi.
Menurut Pasal 2 ayat (3) dalam PMK No. 131/2024, tarif PPN sebesar 12% dikenakan pada dua kategori utama:
1. Kendaraan Bermotor yang Diimpor
Barang ini tergolong Barang Kena Pajak (BKP) mewah yang dikenakan PPN dengan dasar
pengenaan pajak berupa harga jual atau nilai impor.
2. Barang Mewah Lainnya yang Diimpor
Selain kendaraan bermotor, barang-barang lain yang dianggap mewah juga dikenakan tarif serupa
sesuai peraturan perpajakan yang berlaku.
Penting untuk diperhatikan bahwa objek pajak dalam kebijakan ini secara khusus diarahkan kepada barang
impor yang tergolong mewah.
Sebagai mahasiswa, kami menyadari pentingnya kebijakan pajak dalam mendukung pembangunan nasional.
Namun, kami menilai perlu ada evaluasi mendalam terhadap analisa dampaknya.
Kekhawatiran utama kami adalah potensi beban tambahan pada masyarakat kecil apabila implementasi kebijakan ini tidak memperhatikan prinsip keadilan. Fokus kebijakan harus diarahkan secara tegas kepada kelompok masyarakat kelas atas yang menjadi konsumen utama barang mewah, sehingga tidak memberatkan masyarakat menengah ke bawah yang mungkin secara tidak langsung terdampak.
Atas PMK Nomor 131 Tahun 2024, kami ingin menyampaikan sedikit pandangan bahwa dalam Hirarki Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, Kedudukan Undang-undang jelas berada di atas Peraturan Menteri, oleh karena itu sebagaimana asas hukum yang berbunyi "Lex Superior Derogat Legi Inferiori" Bahwa Norma yang diatur dalam Peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan yang berkedudukan lebih tinggi.
Oleh karena itu kami memandang upaya yang di lakukan oleh pemerintah yaitu dengan mengeluarkan PMK merupakan suatu itikad baik yang di tunjukan oleh pemerintah dalam menampung aspirasi masyarakat, namun kendati demikian kami merasa bahwa tetap di perlukan adanya mekanisme tindak lanjut dalam merumuskan kebijakan tersebut demi terciptanya kepastian hukum bagi seluruh Warga Negara Republik Indonesia.
Bahwa terhadap ketentuan PPN yang tercantum dalam pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 yang kemudian di rubah melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021, Khususnya dalam pasal 7 ayat (1) huruf B bahwa Tarif PPN Naik menjadi 12% selambat-lambatnya pada tanggal 1 Januari 2025.
Kami merasa perlu untuk mendorong pembatalan norma tersebut melalui mekanisme yang telah diatur dalam Tata Konstitusi Negara Republik Indonesia, yaitu melalui terbit nya Undang-Undang baru yang menggantikan norma tersebut, atau melalui Penerbitan Peraturan pemerintah dalam hal perubahan tarif PPN sebagaimana di amanatkan dalam Pasal 7 Ayat 4 UU No.7 Tahun 2021, atau setidak-tidaknya melalui mekanisme pembatalan oleh Mahkamah Konstitusi selaku Negative Legislator.
Kami mengajak seluruh mahasiswa untuk ikut serta dalam mengawal dan meninjau implementasi kebijakan ini secara kritis namun konstruktif. Adapun upaya-upaya tersebut dapat dilakukan dengan cara:
- Mengajukan Permohonan pengujian norma atas Pasal 7 Ayat 2 Huruf B UU No.7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan
- Diskusi akademik di lingkup kampus.
- Forum dialog dengan pihak terkait.
Kami percaya bahwa suara mahasiswa dapat menjadi pendorong perubahan kebijakan yang lebih adil,
inklusif, dan sesuai dengan semangat keadilan sosial. Kami juga terbuka terhadap analisis maupun masukan dari seluruh mahasiswa untuk memperkaya pandangan terkait isu ini.
Tertanda,
BEM UNIVERSITAS ESA UNGGUL
#TOLAKPPN12%
#PPNADILUNTUKRAKYAT
(Adipati Ananta)