Tatkala Harga Karet dan Sawit Melejit

Sawit dan Karet

Galuh Diantoro *)

Dari 17 kategori lapangan usaha yang dikelompokkan dalam sistem neraca ansional, penduduk bekerja di Provinsi Bengkulu hampir setengahnya bekerja pada kategori “Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan” dengan kontribusi sebesar 45,79 persen, berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) melalui berita resmi statistik yang dirilis 5 November 2021. Selanjutnya, yang terbesar kedua dan ketiga adalah “Perdagangan Besar dan Eceran” sebesar 16,82 persen dan “Administrasi Pemerintah” sebesar 6,33 persen. Angka ini menunjukkan bahwa kategori pertanian, kehutanan, dan perikanan masih menjadi lapangan pekerjaan utama bagi penduduk provinsi Bengkulu, sehingga jika pemerintah dengan kebijakannya berhasil mensejahterakan “petani” maka hampir setengah penduduk provinsi Bengkulu akan berhasil disejahterakan.

Subsektor tanaman perkebunan adalah primadona bagi petani di provinsi Bengkulu, dari publikasi Provinsi Bengkulu Dalam Angka 2021, lahan di provinsi Bengkulu paling banyak ditanami dengan kelapa sawit yaitu seluas 209,18 ribu hektar pada tahun 2019 dan meningkat menjadi 211,98 ribu hektar pada tahun 2020. Selanjutnya adalah tanaman karet dengan luas areal tanam sebesar 106,19 ribu hektar di tahun 2019, namun terjadi penurunan pada tahun 2020 menjadi sebesar 101,52 hektar. Sebagai catatan, data tersebut adalah data luas perkebunan rakyat yang bersumber dari Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Provinsi Bengkulu. Di lapangan dapat dilihat bahwa pohon karet memiliki batas usia dan perlu dilakukan replanting. Dengan melejitnya harga kelapa sawit akhir-akhir ini tampaknya petani lebih memilih untuk mengganti tanaman karetnya dengan kelapa sawit. 

Dikutip dari Antaranews Bengkulu pada berita yang diterbitkan 2 November 2021, Harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di Provinsi Bengkulu terus mengalami kenaikan. Harga TBS mencapai 3 ribu hingga 4 ribu rupiah per kilogram. Sementara itu, pemerintah Provinsi Bengkulu telah menetapkan harga TBS yang paling rendah di tingkat pabrik sebesar 1.980 rupiah di bulan Oktober. Faktor yang ditengarai ikut memengaruhi kenaikan harga TBS sawit adalah harga minyak kelapa sawit dunia dan tingginya permintaan, sementara produksi TBS masih relatif sedikit. Berbeda dengan kelapa sawit, harga komoditas karet cukup elastis di pasaran. Walaupun bulan Oktober terjadi penurunan, namun jika dibandingkan dengan tahun 2014 dan tahun 2018 yang turun cukup tajam, harga karet dapat dikatakan terjadi peningkatan.

Dengan tingginya harga karet dan sawit yang bahkan mengalami peningkatan, seharusnya kesejahteraan petani juga mengalami peningkatan. Salah satu indikator untuk melihat kesejahteraan petani yaitu Nilai Tukar Petani (NTP) menunjukkan bahwa kesejahteraan petani pada bulan Oktober 2021 terjadi peningkatan. Pada bulan Oktober, NTP naik 2,94 persen dibandingkan NTP September 2021, yaitu dari 136,04 menjadi 140,04. Kenaikan NTP pada Oktober 2021 disebabkan oleh kenaikan indeks harga hasil produksi pertanian lebih tinggi dibandingkan kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga dan biaya produksi dan penambahan barang modal. Jika dilihat menurut subsektor, tanaman perkebunan rakyat menunjukkan kenaikan yang paling tinggi, yaitu dari 147,86 di bulan September 2021 naik sebesar 3,79 persen menjadi 153,46 di bulan Oktober 2021.

Pada umumnya, peningkatan pendapatan akan dibarengi dengan peningkatan konsumsi dikarenakan naiknya kemampuan untuk membeli berbagai kebutuhan. Hal inilah yang mungkin terjadi pada petani Provinsi Bengkulu, dengan melejitnya harga karet dan sawit maka daya beli petani juga akan meningkat. Tentunya hal tersebut adalah kondisi yang diinginkan agar kesejahteraan petani juga dapat ditingkatkan. Dalam kurun waktu 2012-2013 harga karet tercatat sedang berada pada kondisi terbaiknya dan tembus hingga di atas 20 ribu rupiah per kilogram di tingkat petani. Pada saat itu, masyarakat berbondong-bondong untuk membeli berbagai kebutuhan tersier dan sebagian melakukan investasi dengan skala besar, tentu saja dengan bantuan dari lembaga pembiayaan dengan lahan sebagai jaminan. Tingginya pendapatan saat itu membuat petani merasa mampu untuk membayar cicilan angsuran yang dibebankan. Memasuki tahun 2014, harga karet anjlok hingga dibawah 5 ribu per kilogram. Hal ini menyebabkan masyarakat yang sudah terlanjur mengambil kredit di pembiayaan merasa kesulitan untuk membayar angsuran. Bahkan beberapa mengalami gagal bayar hingga jaminan menjadi sitaan lembaga pembiayaan. 
Kondisi saat ini kurang lebih sama dengan kondisi pada saat itu ketika harga karet sedang melambung tinggi. Di tengah pandemi, pertanian mampu bertahan dan mencatatkan perkembangan yang positif. Walaupun kenaikan harga komoditi pertanian diiringi dengan kenaikan harga kebutuhan pokok, terutama minyak goreng yang merupakan produk hasil dari kelapa sawit itu sendiri, namun dari NTP terindikasi bahwa kesejahteraan petani cenderung mengalami peningkatan.

Dikutip dari CNBC Indonesia, kenaikan harga sawit di dunia dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti terjadi gangguan panen dari Kanada dan Argentina sebagai pemasok minyak Canola terbesar. Tercatat paling tidak produksinya turun sekitar 7% yang menyebabkan pasokan dunia terganggu. Selain itu produksi CPO Malaysia turun sektiar 8% karena kekurangan tenaga kerja imbas pandemi juga menjadi salah satu masalah kenaikan harga. Selanjutnya krisis energi pada beberapa negara seperti India, China, dan Eropa menyebabkan penggunaan energi beralih ke bioenergi, termasuk bio disel. Sehingga konsumsi bahan bakar dari minyak sawit itu melonjak, menumbuhkan permintaan yang besar. Sesuai dengan mekanisme pasar, suatu barang yang memiliki permintaan tinggi namun dari supply kurang maka harganya akan naik. Sebagian kita tentu berharap bahwa kondisi yang menguntungkan petani ini dapat bertahan, namun jika gangguan-gangguan terhadap supply minyak dunia sudah pulih kembali, petani juga harus menyiapkan mitigasi untuk kemungkinan-kemungkinan terburuk yang terjadi.
Selain mekanisme pasar, semoga pemerintah dan organisasi bisnis di bidang perkebunan mampu menjaga kestabilan harga karet dan sawit melalui regulasi-regulasi yang berpihak pada petani. Sementara itu, petani harus lebih bijak dalam konsumsi dan investasi, apalagi jika sumber pembiayaannya adalah dari lembaga pembiayaan, menggunakan aset menjadi jaminan, kondisi sekarang menjadi pedoman. Angsuran yang sekarang terasa ringan jangan sampai menjadi rintangan di masa depan.

Terkadang kita ingin melakukan banyak hal, namun yang terjadi adalah apa yang memang seharusnya demikian

*) penulis adalah ASN BPS Provinsi Bengkulu