Tren Childfree, Pola Pikir Salah Merusak Fitrah

Ilustrasi

Oleh: Ratna Sari Mahasiswi Bengkulu
Bengkulutoday.com - Belakangan ini platform media sosial dihebohkan dengan konsep childfree. Ide ini banyak diperbincangankan masyarakat Indonesia setelah sejumlah publik figur, influencer bersuara mengenai hal tersebut. Bahkan mereka dengan terang-terangan mengakui telah mengadopsi konsep tersebut. Childfree sendiri merupakan istilah yang digunakan bagi orang yang sudah menikah namun memilih untuk enggan memiliki keturunan atau anak. Hal ini tentu saja menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Pasalnya ide tersebut bertentangan dengan fitrah manusia.

Sejatinya konsep childfree bukanlah hal yang baru, namun jauh sebelum terjadinya kehebohan ini, Negara-negara Barat sudah lebih dahulu mengadopsi konsep dan ide tersebut. istilah ini familiar dalam agenda para feminisme yang menganggap childfree sebagai pilihan perempuan untuk menentukan jalan hidupnya. Dengan demikian ide tersebut tentu saja berasal dari pemikiran Barat. Bukan berasalkan dari Aqidah Islam. Sehingga ide tersebut menghembus merusak pemikiran-pemikiran kaum muslim. Para komunitas childfree mengungkapkan ketidak siapan untuk memiliki anak karena berbagai faktor. Baik dari faktor finansial, mental, lingkungan dan lainnya. faktor kesiapan dari finansial dan mental sejatinya merupakan hal yang sangat penting, untuk itu maka syarat menikah merupakan dalam islam “Aqil Baligh” sehingga siap secara mental dan finansial.

Ide childfree sendiri buah dari pemikiran Aqidah liberalisme dan sekulerisme. Sehingga bertentangan dengan Aqidah Islam. Untuk itu para muslimah tidak mungkin mengambil pemikiran tersebut. karena hal tersebut tentu berlawanan dengan fitrah manusia. Pemikiran yang salah tentu saja akan merusak fitrah yang sudah Allah berikan. Yakni sama halnya dengan akal, kebutuhan jasmani dan naluri merupakan fitrah yang sudah Allah ciptakan, tidak bisa dirubah. Termasuk naluri nau’ (Naluri melanjutkan keturunan) yang sudah Allah ciptakan satu paket ketika manusia diciptakan. Tentu saja apa yang telah Allah berikan jika tidak dipergunakan dengan baik maka melawan fitrahnya. Padahal apa yang telah Allah berikan di dalam diri kita merupakan sebuah Amanah besar. Termasuk tujuan menikah ialah untuk menyempurnakan agama sekaligus juga untuk melangsungkan keturunan.

Sebagimana Allah SWT berfirman :

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyak manusia tidak mengetahui.” (TQS Ar-Rum : 30)

Sejatinya anak merupakan hal yang penting dalam merajut bahtera rumah tangga. Sebagaimana kisah Nabi Ibrahim AS dan juga Nabi Zakaria AS. Kedua Nabi tersebut mendapatkan keturunan setelah puluhan tahun menanti dan berdoa kepada Allah SWT. Dengan penuh sabarnya menanti dalam ketaatan sehingga Allah mengabulkan doa yang telah dipanjatkan. Anak shalih/shalihah merupakan inverstasi orang tua di akhirat kelak. Maka orang tua wajib mendidiknya dengan sebaik mungkin, sehingga menjadi amal salih ketika sudah tiada nanti. Jangan sampai memiliki banyak keturunan, namun tidak dapat memberikan syafaat di akhirat kelak.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda :

“Ketika seseorang telah meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, sedekah jariyah, Ilmu yang bermanfaat dan doa anak salih”

Betapa beruntungnya orang tua yang mendidik anaknya dengan baik, menjadikannya pejuang agama Islam. Mendedikasikan diri untuk meraih kejayaan Islam kembali. sehingga anak yang dilahirkan dan dididiknya mampu membawanya ke-syurga bersama-sama. Dan celakalah pula apabila memiliki anak namun tidak dididik dengan sebaik mungkin.

“Rasulullah pernah bertanya kepada para sahabat: “Tahukah engkau siapa yang mandul?” para sahabat menjwab: “Orang yang mandul ialah orang yang tidak mempunyai anak”. Lalu Rasulullah bersabda; Orang yang madul ialah orang yang mempunyai banyak anak, tetapi anak-anaknya tidak memberi manfaat kepadanya sesudah ia meninggal dunia.”  (HR Ahmad)

Maka hendaklah orang tua medidiknya dengan sebaik mungkin sebagimana generasi-generasi terbaik dahulu. Bagaimana Muhammad A-fatih mampu menaklukan konstantinopel, Salahuddin Al-Ayyubi mampu membebaskan Baitul Maqdis. Dan para genersi-generasi terbaik yang lahir dan dibesarkan oleh wanita-wanita muslimah yang tangguh dan shalihah.

Untuk itu hendaklah kaum muslim tidak terpengaruh dengan ide yang tidak sesuai dengan fitrah ini. Jangan sampai pola fikir kita salah dalam mengambil langkah dan tindakan. Hendaklah pemikiran kita berdasarkan Aqidah Islam, sehingga mampu memfilter apa saja yang masuk. Maka sejatinya seorang muslimah tidak mungkin mengambil konsep tersebut. muslimah sejati justru akan menjadikan pernikahan sebagai ladang untuk mandapatkan pahala. Menyempurnakan separuh agama, dan melahirkan dan mencetak generasi-generasi terbaik untuk Islam. Agar islam tersebar luas hingga penjuru dunia di bawah pundak generasi-generasi terbaik. Pun generasi Islam akan melanjutkan estapet perjuangan untuk menyuarakan Islam agar diambil dan diterapkan kembali. sebagaimana 13 abad silam Islam pernah Berjaya. Maka para ibu hendaklah mencetak generasi-generasi terbaik agar mampu mewujudkan Bisyarah Raulullah SAW bahwa Roma Menanti untuk ditaklukan.