Wujudkan Dana Alokasi Umum Tepat Guna Dengan Data dan Kebijakan Akurat

ilustrasi

Oleh: Tri Utami

Bengkulutoday.com - Di masa pandemi COVID-19 yang serba tidak pasti dan sulit ini, transfer dana dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah menjadi sangat krusial terhadap pelaksanaan desentralisasi di pemerintah daerah. Pemerintah pusat berupaya untuk melakukan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dengan harapan pertumbuhan ekonomi dapat kembali rebound.

Transfer dana ini semakin penting terutama untuk daerah yang memiliki potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang relatif kecil dan menjadikan transfer dari pemerintah pusat sebagai penyokong ekonomi daerah. Pemerintah pusat melalui Kementrian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) selama ini telah mengalokasikan dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sesuai dengan proporsi dan beberapa indikator yang dimiliki daerah tersebut. Selain mengemban peran dalam mendukung berjalannya desentralisasi, TKDD juga menjadi alat dalam pencegahan/penanganan pandemi COVID-19 dan sekaligus alat untuk stimulus peningkatan ekonomi daerah.

Dimulai dari kebijakan refocusing arah penggunaan TKDD hingga relaksasi penyalurannya. Secara garis besar, beberapa komponen dari TKDD meliputi Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus Fisik (DAK Fisik), Dana Alokasi Khusus Non Fisik (DAK Non Fisik), Dana Otsus, Dana Tambahan Infrastruktur, Dana Keistimewaan DIY, Dana Insentif Daerah (DID), dan Dana Desa.

Sebagai salah satu jenis TKDD, DAU merupakan sejumlah dana yang dialokasikan oleh Pemerintah Pusat kepada masing-masing daerah yang meliputi Provinsi, Kabupaten atau Kota di Indonesia yang diselenggarakan setiap tahun yang digunakan sebagai dana pembangunan. DAU juga diharapkan berfungsi untuk mengurangi ketimpangan horizontal atau horizontal imbalance antar daerah.

Pada Tahun 2021, kebijakan DAU diarahkan untuk menyempurnakan perhitungan variabel alokasi dasar pada formula DAU untuk mendukung kebijakan yang dapat mendorong upaya peningkatan kualitas layanan publik daerah dan penguatan kualitas SDM, pemanfaatan pengalokasian sekurang-kurangnya 25% dari Dana Transfer Umum (yang di dalamnya terdapat DAU dan DBH) untuk mendorong upaya pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19 di daerah dan peningkatan kualitas SDM, dan penyaluran bersifat asimetris berdasarkan kinerja untuk mendukung optimalisasi penggunaan DAU untuk pencapian output layanan. 

Penentuan besaran TKDD yang akan diterima oleh daerah ditentukan dari beberapa hal. Salah satunya adalah melalui formula dalam penghitungan. DAU diformulasikan melalui Alokasi Dasar (AD) dan Celah Fiskal (CF). Celah Fiskal merupakan selisih antara kebutuhan fiskal (KbF) dengan kapasitas fiskal (KpF). Pengalokasian DAU ditentukan berdasarkan formula dengan menggunakan data dari Kementerian/Lembaga terkait. 

Komponen Kebutuhan Fiskal merupakan komponen yang merefleksikan keadaan suatu wilayah. Berdasarkan Publikasi yang diterbitkan Kementerian Keuangan dengan judul “Daftar Alokasi Dana Transfer Ke Daerah Dan Dana Desa Tahun Anggaran 2022”, beberapa indikator kebutuhan fiskal tahun 2022 untuk alokasi DAU antara lain Indeks Jumlah Penduduk Provinsi dengan bobot 32%, Indeks Luas Wilayah dengan bobot 15%, Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) Provinsi dengan bobot 20%, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi sebesar 23%, dan Indeks PDRB perkapita Provinsi dengan bobot 10%. Bobot yang telah disesuaikan tersebut diharapkan menghasilkan indeks pemerataan yang optimal dengan tetap memperhatikan alokasi pada daerah-daerah prioritas misalnya daerah tertinggal, daerah kepulauan dan lain sebagainya.

Indikator Indeks Jumlah Penduduk mencerminkan kebutuhan pelayanan yang diperlukan, semakin tinggi nilainya maka semakin besar biaya pelayanan yang dibutuhkan. Untuk menunjukkan perbedaan kebutuhan antara satu daerah dengan yang lain berdasarkan jumlah penduduk, dapat dibuat Indeks beban penduduk dengan membagi populasi daerah dengan rata-rata populasi daerah secara nasional. Sedangkan daerah dengan penduduk yang tidak padat, tetapi memiliki cakupan wilayah yang luas juga membutuhkan pembiayaan yang besar. Untuk menunjukkan perbedaan kebutuhan suatu daerah didasarkan atas luas wilayahnya, digunakan indeks luas dengan membagi luas daerah dengan rata-rata luas daerah secara nasional.

Selanjutnya, Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) merupakan pencerminan dari kondisi geografis suatu daerah. Makin sulit kondisi geografis suatu daerah, maka diperlukan pembiayaan yang lebih besar. Biaya konstruksi akan lebih mahal pada daerah-daerah pegunungan maupun daerah terpencil lainnya (seperti kepulauan yang tersebar) dibandingkan dengan daerah yang relatif di dataran. Oleh karena itu, biaya pelayanan pada daerah dengan kondisi geografis yang sulit semacam ini cenderung akan lebih besar.

Indeks harga bangunan mampu menunjukkan tingkat kesulitan geografis daerah. Untuk menghitung perbedaan satu daerah dengan yang lain didasarkan atas indeks harga, digunakan Indeks harga bangunan dengan membagi nilai IKK (Indeks Kemahalan Konstruksi) per 100.

Indikator penyusun kebutuhan fiskal berikutnya adalah IPM yang menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup kesehatan, pendidikan dan akses terhadap kehidupan yang layak. Indikator selanjutnya adalah Indikator PDRB Perkapita, nilai PDRB Perkapita diperoleh dengan cara membagi nilai PDRB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun, sehingga Indikator ini dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan penduduk di suatu wilayah secara umum. Karena IPM dan PDRB Perkapita dianggap sebagai potensi suatu daerah, maka semakin rendah nilai indikator tersebut, semakin tinggi alokasi DAU yang dianggarkan, tujuannya sebagai booster untuk memperbaiki kualitas dan kesejahteraan hidup penduduk di suatu daerah.

Selanjutnya penghitungan kapasitas fiskal ditentukan dari besaran Pendapatan Asli Daerah (PAD), Bagi Hasil Pajak, dan Bagi Hasil Sumber Daya Alam. Selain mempertimbangkan Celah Fiskal (Kebutuhan Fiskal dan Kapasitas Fiskal), alokasi DAU juga mempertimbangkan Alokasi Dasar, yakni kebutuhan Gaji PNS Daerah. Untuk lebih jelasnya berikut bagan konstruksi alokasi DAU.

Provinsi Bengkulu merupakan salah satu Provinsi penerima Dana Alokasi Umum (DAU) dari pemerintah pusat. Pada tahun 2022 besaran alokasi DAU yang diterima oleh Provinsi Bengkulu Rp1.213.764.868,000. Nominal ini cenderung turun bila dibandingkan dengan tahun 2021 sebesar Rp1.253.924.758,000. Pada Kabupaten/Kota di wilayah Bengkulu, Kota Bengkulu mendapatkan alokasi DAU tertinggi dengan nilai Rp. 635.162.215.000. Nilai tersebut turun jika dibandingkan Tahun 2021, yakni sebesar Rp656.177.855,000.

Melihat angka di atas, terjadi fluktuasi alokasi DAU yang diterima oleh daerah. Fluktuasi ini disebabkan beberapa faktor. Penetapan alokasi tersebut tentunya melalui tahapan dan pertimbangan yang panjang dan kompleks. Ada tiga tahap dalam penghitungan DAU, diantaranya tahapan akademis, tahapan administratif, dan tahapan teknis.
Tahapan Akademis merupakan langkah awal dimana konsep awal penyusunan kebijakan atas implementasi formula DAU dilakukan oleh tim independen dari berbagai universitas dengan tujuan untuk memperoleh kebijakan penghitungan.

DAU yang sesuai dengan ketentuan UU dan karakteristik otonomi daerah di Indonesia. Selanjutnya Tahapan Administratif, dalam tahapan ini Kemenkeu c.q. DJPK melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk penyiapan data dasar penghitungan DAU termasuk di dalamnya kegiatan konsolidasi dan verifikasi data untuk mendapatkan validitas dan kemutakhiran data yang akan digunakan dalam pengalokasian DAU yang tepat sasaran dan tepat guna.

Salah satu instansi yang terlibat dalam penyiapan dan validitas data yakni Badan Pusat Statistik (BPS). BPS melakukan penyiapan dan validitas Indikator yang digunakan dalam alokasi DAU antara lain:
1.    Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK). Nilai IKK diperoleh dari Survei Harga Kemahalan Konstruksi (SHKK) yang dilakukan tiap tiga bulan sekali atau secara triwulanan, sampel dari survei ini adalah toko bangunan yang menjual barang pabrikan atau natural, dinas PUPR, kontraktor, sampai penjual furniture di ibu kota kabupaten/kota. Tujuan dari survei ini adalah melihat fluktuasi harga secara berkala yang nantinya akan membentuk nilai IKK masing-masing kabupaten/kota. 
2.    Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dibangun dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang diselenggarakan setiap tahun pada bulan Maret dan September, sampel dari survei ini adalah rumah tangga terpilih seluruh Indonesia dari berbagai lapisan kelas ekonomi, pendidikan, dan jumlah anggota rumah tangga yang beragam.

Tahapan terakhir adalah Tahapan Teknis yang merupakan tahap pembuatan simulasi perhitungan DAU yang akan dikonsultasikan pemerintah kepada DPR RI dan dilakukan berdasarkan formula DAU sebagaimana diamanatkan UU dengan menggunakan data yang tersedia serta memperhatikan hasil rekomendasi pihak akademis.

Pada akhirnya setelah mengetahui proses, tujuan, dan tahapan yang kompleks dalam pengalokasian DAU, maka pemerintah daerah diharapkan dapat mengelola DAU dengan baik, mengingat DAU bersifat Block Grant yang berarti penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.