Brilian, Kades Taba Lubuk Puding Sulap Sungai Nelas Jadi Wisata Lubuk Larangan, Potensi PADes Bisa Ratusan Juta!

Untung Putra Jaya, Kades Taba Lubuk Puding, Kecamatan Air Periukan, Kabupaten Seluma, sedang memberi makan ikan di Lubuk Larangan. (Sumber foto: Facebook/Sukatno BE)

Seluma, Bengkulutoday.com – Desa Taba Lubuk Puding, Kecamatan Air Periukan, Kabupaten Seluma, kini punya strategi baru untuk mendongkrak Pendapatan Asli Desa (PADes). Pemerintah desa tengah mengembangkan destinasi wisata Lubuk Larangan di Sungai Nelas dengan konsep unik: memadukan konservasi ikan dan pariwisata mancing bersama.

Kepala Desa Taba Lubuk Puding, Untung Putra Jaya, mengungkapkan inspirasi ini datang dari Sumatera Barat. Ia menuturkan, sejak 2019 rencana Lubuk Larangan sudah digagas, namun sempat tertunda akibat pandemi COVID-19. Setelah dirinya terpilih sebagai kepala desa, rencana itu kembali disusun dalam RPJMDes dan dianggarkan melalui dana ketahanan pangan untuk membeli bibit ikan langsung dari Sumatera Barat.

“Bibit ikan larangan pertama kali kami lepas 20 ribu ekor, pada 30 April 2024 lalu. Itu disaksikan langsung Bupati Seluma dan Camat Air Periukan. Sekarang, setelah setahun lebih, ikan-ikan itu sudah ada yang berbobot setengah kilogram per ekor,” jelas Untung, kepada Bengkulutoday.com, di rumahnya, Rabu (17/9/2025).

Strategi Wisata dan Ekonomi Desa

Konsep Lubuk Larangan bukan sekadar melestarikan ekosistem sungai yang selama ini terancam perusakan, melainkan juga menjadi daya tarik wisata baru. Tahun 2026, pas panen perdana, pemerintah desa merancang event mancing bersama yang akan melibatkan seribu pemancing.

Skenarionya, tiket mancing dijual Rp100 ribu per orang. Peserta yang mendapat tiket berhak ikut memancing, sementara pengunjung lain tetap boleh menonton tanpa memancing. Selain itu, ikan hasil pancingan dihargai Rp50 ribu per kilogram, separuh dari harga pasaran Rp100 ribu.

“Kalau pemancing tidak mau membawa semua hasil tangkapannya, sisanya akan dijual oleh Pokdarwis kepada pengunjung dengan harga Rp75 ribu per kilogram,” terang Untung.

Dari skema ini, desa memperkirakan potensi pendapatan bruto mencapai Rp600 juta. Hitungannya: Rp100 juta dari tiket masuk, ditambah Rp500 juta dari penjualan ikan. Setelah dipotong biaya operasional, diperkirakan PADes yang masuk ke kas desa bisa mencapai Rp400 juta. Dana ini akan dikelola melalui BUMDes dengan pembagian untuk modal usaha, PAD, pengelola, serta dana sosial dan pendidikan.

Dukungan Masyarakat dan Regulasi

Menurut Untung, dukungan warga sekitar sangat besar. Sebelum pelepasan ikan, pihaknya telah melakukan sosialisasi ke 13 desa dan 2 kelurahan di sekitar Sungai Nelas. Bahkan, papan peringatan sudah dipasang setiap 200 meter sepanjang tiga kilometer aliran sungai.

“Ada kepercayaan lokal yang kami sampaikan. Siapa yang nekat mengambil ikan larangan sebelum waktunya, akan mendapat penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Dengan cara ini, masyarakat ikut menjaga sungai,” ujarnya.

Saat ini, pemerintah desa tengah menunggu finalisasi Peraturan Desa (Perdes) tentang Lubuk Larangan, termasuk pengaturan hibah lahan parkir yang harus berada di tanah desa. Beberapa sarana pendukung juga sudah disiapkan, seperti perahu karet, rakit, dan lahan parkir untuk pengunjung.

Solusi di Tengah Keterbatasan ADD

Untung menegaskan, strategi Lubuk Larangan adalah solusi agar desa bisa mandiri secara finansial. Selama ini, operasional desa masih sangat bergantung pada Alokasi Dana Desa (ADD) yang cenderung terbatas.

“Kalau PADes kuat, nanti operasional Linmas, pengurus masjid, hingga kantor desa bisa dibiayai sendiri, tanpa terlalu tergantung dari ADD,” katanya.

Lebih jauh, Untung optimistis Lubuk Larangan Taba Lubuk Puding akan menjadi primadona wisata baru di Kabupaten Seluma, sekaligus contoh bagi desa lain dalam mengembangkan sumber pendapatan berbasis potensi lokal. (Franky)